News / Nasional
Senin, 13 Oktober 2025 | 14:55 WIB
Ilustrasi Pemanfaatan Energi Terbarukan.(Unsplash.com/bombermoon)
Baca 10 detik
  •  Hanya 20% perusahaan migas punya proyek energi terbarukan, kontribusinya cuma 0,1% dari total energi.
  • Investasi energi hijau mereka dinilai sekadar pencitraan, bukan komitmen nyata.
  • Transisi energi sejati harus dipimpin publik dan pemerintah, bukan industri fosil.

Suara.com - Meski kerap mengklaim diri sebagai bagian dari solusi iklim, nyatanya perusahaan bahan bakar fosil masih jauh dari kata hijau.

Hal ini dibuktikan dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Sustainability mengungkap bahwa keterlibatan industri minyak dan gas dalam pengembangan energi terbarukan masih sangat minim bahkan nyaris tak berarti apa-apa bagi bumi.

Penelitian tersebut menelusuri data dari 250 perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia yang menyumbang sekitar 88 persen produksi hidrokarbon global.

Pemerintah diminta mempercepat perluasan dan pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (Jargas) perlu segera diwujudkan. (Foto Ist).

Dari hasil analisis, hanya sekitar 20 persen perusahaan yang benar-benar memiliki proyek energi terbarukan yang sudah beroperasi. Ironisnya, porsi energi bersih yang mereka hasilkan hanya 0,1 persen dari total energi yang diekstraksi energi primer.

Temuan ini jelas menunjukkan jurang besar antara janji dan aksi. Banyak perusahaan sebelumnya telah menegaskan komitmen mereka untuk menekan emisi gas rumah kaca dan ikut dalam transisi energi, namun data membuktikan langkah nyatanya belum signifikan.

Ketika hasil penelitian ini dikelompokkan berdasarkan wilayah, Eropa nampaknya sedikit lebih maju dibanding kawasan lain karena sekitar 1,8 persen aset energi terbarukan di Eropa dimiliki oleh perusahaan bahan bakar fosil, namun tetap saja angka itu masih jauh dari memadai.

Perusahaan TotalEnergies tercatat memiliki portofolio energi bersih terbanyak tapi hanya 1,5 persen dari total produksinya yang berasal dari sumber terbarukan. Sedangkan BP dan Shell bahkan lebih kecil lagi, masing-masing hanya 0,4 persen dan 0,35 persen. 

Peneliti utama studi ini, Marcel Llavero-Pasquina dari Universitat Autònoma de Barcelona, menilai bahwa tidak ada kewajiban hukum yang mendorong perusahaan bahan bakar fosil untuk benar-benar beralih ke energi bersih.

Menurutnya, sebagian besar investasi mereka di bidang ini bersifat “tokenistik” atau hanya sekedar simbol agar terlihat peduli terhadap isu iklim.

“Mereka membangun proyek energi terbarukan hanya untuk menjaga citra, seolah-olah menjadi bagian dari solusi, padahal data menunjukkan, kontribusi mereka terhadap energi bersih hampir tidak ada.”

Ia menegaskan bahwa transisi energi seharusnya digerakkan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga publik, bukan oleh industri yang masih bergantung pada bahan bakar fosil.

Intinya, di balik kampanye hijau dan janji keberlanjutan yang gencar digaungkan, penelitian ini mengingatkan bahwa dunia belum bisa berharap banyak pada perusahaan energi fosil.

Langkah nyata menuju masa depan bersih masih harus datang dari pihak lain bukan dari mereka yang selama ini justru jadi sumber masalah.

Penulis: Muhamad Ryan Sabiti

Load More