Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyatakan Standar Nasional Indonesia atau SNI Wajib pelumas otomotif bakal rampung dalam waktu dekat. Sedangkan proses pemberlakuannya secara efektif masih membutuhkan masa transisi.
Bahkan, Direktur Kimia Hilir Kemenperin, Taufiek Bawazier pernah menyatakan bila proses pengajuan pemberlakuan SNI Wajb Pelumas berjalan baik. Setelah diajukan pada Februari lalu, proses notifikasi berlangsung selama tiga bulan dan saat ini proses sudah berada di biro hukum kementerian.
Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia (PERDIPPI) memberi catatan terkait alasan yang diungkapkan sebagai dasar penerbitan aturan SNI Wajib itu.
“Ada sejumlah alasan yang dijadikan dasar dari penerbitan aturan SNI itu yang bertentangan dengan fakta di lapangan. Sehingga, alasan-alasan yang diungkapkan ini tidak berdasar atau bahkan bertentangan dengan realitas yang ada,” ujar Ketua Umum PERDIPPI, Paul Toar, Jakarta, Selasa (21/08/2018).
Menurut Paul Toar, jika alasan penerbitan SNI Wajib itu dikarenakan pelumas impor tidak bisa dijamin kualitasnya, hal itu sama sekali tidak benar. Pasalnya, demikian ia memaparkan, proses produksi pelumas impor telah melalui proses pengujian laboratorium Lemigas dengan 14 parameter uji kimia fisika sebelum diizinkan beredar.
“Mereka adalah minyak pelumas produksi berbagai perusahaan minyak raksasa dunia yang diakui kualitas produk dan kredibilitasnya seperti Shell, Exxonmobil, Mobil 1, Total, Castrol dan seterusnya. Kualitasnya sudah dijamin di negara asal masing-masing,” ungkap Paul Toar.
Kedua, tudingan yang dijadikan alasan kedua penerbitan aturan yakni pasar pelumas Nasional dikuasai oleh impor juga tidak beralasan. Fakta menunjukkan, sampai saat ini perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yakni Pertamina masih menguasai 70 persen lebih market share minyak pelumas di Indonesia.
Ketiga, dengan SNI Wajib maka negara memproteksi pelumas dalam negeri dari pelumas impor juga terbukti tidak benar. Fakta berbicara, bahan baku minyak pelumas produksi dalam negeri ternyata juga diimpor.
“Karena Indonesia belum bisa memiliki kualitas bahan baku dan teknologi yang sangat kompleks dan terus berkembang,” tukas Paul Toar.
Baca Juga: Cepat Habis, Penonton Duga Tiket Asian Games 2018 Dikuasai Calo
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pesona Motor Listrik ALVA N3: Fast Charging Cuma 30 Menit, Biaya Langganan Baterai Mulai Rp150 Ribu
-
4 Motor Matic Bekas Rp5 Jutaan yang Paling Bandel dan Mudah Perawatan
-
Cuma Pegang Rp3 Juta? Ini 5 Motor Bekas 'Badak' Anti Mogok Buat Cari Cuan, Cocok untuk Ojol
-
Solusi Bapak Pintar: Xpander Bekas 2017, Kabin Senyap Harga Bersahabat
-
7 Mobil Bekas Layak Beli di 2026: Irit, Bandel, Solusi Cerdas Keluarga Muda yang Paham Depresiasi
-
Toyota Panggil Pemilik Kendaraan di Akhir Tahun 2025, Cek Daftar Model yang Terkena Dampak
-
5 Motor Bekas Rp8 Jutaan untuk Berangkat Kerja: Performa Dapet, Tampil Gaya Pula!
-
Alternatif Scoopy tapi Harga Mulai Rp7 Jutaan: Simak Fakta Penting Yamaha Fino 2018
-
4 Mobil Bekas dengan Pajak Tahunan Murah, Mulai dari Rp 900 Ribu
-
Niat Mau Beli Suzuki Fronx Hybrid, Amankah Diisi Pertalite? Begini Penjelasannya