Suara.com - Memasuki tahun 2019, pekerja media di seluruh Indonesia masih dibayangi tiga persoalan besar, yaitu kekerasan, ancaman kebebasan pers, dan turbulensi industri media.
Dalam catatan akhir tahun 2018, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyoroti kebebasan pers di Indonesia yang situasinya belum menggembirakan. Menurut data statistik Bidang Advokasi AJI Indonesia, setidaknya ada 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan itu meliputi pengusiran, kekerasan fisik, hingga pemidanaan terkait karya jurnalistik. Jumlah ini lebih banyak dari tahun 2017 sebanyak 60 kasus.
Yang mengejutkan, tahun lalu AJI mencatat jenis kasus kekerasan baru yang berpotensi menjadi tren mengkhawatirkan ke depan, yaitu pelacakan dan pembongkaran identitas jurnalis yang menulis berita atau komentar yang tak sesuai dengan aspirasi politik individu atau kelompok tertentu. Individu atau kelompok yang tidak terima dengan sebuah pemberitaan kemudian membongkar identitas penulis lalu menyebarkannya ke media sosial untuk tujuan-tujuan negatif. AJI mengategorikan tindakan seperti ini sebagai doxing atau persekusi daring (dalam jaringan).
Kasus doxing biasanya berujung pada persekusi. Sebelumnya, persekusi daring banyak menimpa warga sipil dan AJI bersama sejumlah organisasi masyarakat turut memberikan advokasi melalui Koalisi Antipersekusi.
Fenomena ini mengkhawatirkan karena cuitan di media sosial yang semestinya dilihat sebagai bagian dari kebebasan berekspresi seharusnya tidak disikapi dengan cara berlebihan yang merusak jati diri seseorang, bahkan berujung pada perburuan dan kekerasan, sampai pemidanaan. Seluruh jurnalis hendaknya menyadari bahwa kebebasan pers adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Sehingga, sangat layaklah kebebasan milik kita semua ini harus terus-menerus diperjuangkan.
Turbulensi industri media
Persoalan yang tak kalah serius adalah munculnya fenomena global turbulensi industri media. Masalah ini sudah mulai tampak beberapa tahun terakhir, namun tidak diantisipasi dengan serius oleh para pemilik perusahaan-perusahaan media. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya perusahaan media yang melanggar prinsip-prinsip dasar Undang-Undang Ketenagakerjaan, mulai dari melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, telat membayar upah karyawan, mencicil upah karyawan, mencicil pesangon PHK, bahkan memecat karyawannya tanpa pesangon sepeserpun!
Selama 2018, Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) telah menangani 11 kasus ketenagakerjaan di tujuh perusahaan media. Dari 11 kasus tersebut, 5 kasus terkait masalah ”senja kala” media cetak, 1 kasus media daring yang tidak mampu bertahan secara bisnis, dan 5 kasus pelanggaran normatif ketenagakerjaan. Jumlah penerima bantuan hukum meliputi 22 jurnalis dan 1 pekerja media.
Kasus perselisihan ketenagakerjaan yang terjadi polanya sama, hanya latar belakangnya saja yang berbeda-beda. Yang mesti digarisbawahi adalah masalah turbulensi media masih akan terus berlanjut ke depan dengan disertai pola-pola pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan.
Baca Juga: Buruh Jurnalis: Innalilahi Atas Matinya Kebebasan Berekspresi
Sebenarnya perusahaan memiliki waktu dan kemampuan untuk membangun sistem guna mempersiapkan proyeksi bisnis berikutnya. Namun, banyak perusahaan enggan melakukannya.
Seandainya mereka meminimalisir resiko jauh-jauh hari dengan mempersiapkan sejumlah paket antisipasi, maka PHK tak perlu terjadi. Sayangnya, perusahaan-perusahaan media tidak mengambil langkah ini. Begitu pendapatan iklan turut dan tiras drop, maka dampaknya justru langsung dibebankan kepada karyawan dengan melakukan pemotongan upah, bahkan PHK.
Menyikapi tren PHK yang terus-menerus terjadi akhir-akhir ini dengan segala macam bentuk pelanggaran norma ketenagakerjaan di dalamnya, AJI Indonesia mendesak perusahaan-perusahaan media agar tetap konsisten melaksanakan peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan pada saat terjadi sengketa ketenagakerjaan. Jangan sampai, perusahaan-perusahan media melanggar norma-norma ketenagakerjaan serta melakukan PHK sepihak dengan berlindung di balik kondisi industri media yang tengah mengalami disrupsi.
Di luar persoalan PHK, di sejumlah daerah jurnalis dan pekerja media masih menghadapi persoalan-persoalan klasik, seperti upah rendah, bahkan di bawah standar yang ditentukan pemerintah, praktik-praktik kontrak berkepanjangan, serta pemberian jaminan sosial yang minim.
Inilah Saatnya Berserikat
Era transformasi teknologi digital memang menjadi tantangan serius bagi sejumlah media, khususnya media cetak agar tetap bisa bertahan. Jika upaya adaptasi dan alih teknologi tak dilakukan, maka tidak mustahil media-media yang selama ini telah menjadi panutan publik akan bertumbangan dan tergilas perkembangan zaman.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Media Belanda Julid ke Eliano Reijnders yang Gabung Persib: Penghangat Bangku Cadangan, Gagal
-
Sudah di Indonesia, Jebolan Ajax Amsterdam Hilang dari Skuad
-
Harga Emas Antam Tembus Paling Mahal Hari Ini, Jadi Rp 2.115.000 per Gram
-
Ustaz Khalid Basalamah Terseret Korupsi Kuota Haji: Uang yang Dikembalikan Sitaan atau Sukarela?
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
Terkini
-
Mengenal Inovasi dan Manfaat Lelang bagi Perekonomian Nasional
-
Rakhano Rilis "Sempat Tak Sempat", Lagu Galau yang Bikin Susah Move On
-
Paramount Land Gelar Pesta Rakyat 'Sinergi dalam Satu Harmoni'
-
Edukasi dan Promosi Kelestarian Hutan, FSC Forest Week di Indonesia Resmi Diluncurkan
-
Pastry Chef Audrey Tampi Gelar Demo Masak Eksklusif di Jakarta
-
Custom Desain Cincin Pernikahan Jadi Tren, Buat Cinta Makin Jadi Lebih Bermakna
-
Meriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-79 dengan Tingkatkan Nasionalisme dan Eratkan Kebersamaan antar Karyawan
-
Rayakan HUT RI, Pergikuliner Festival Ruang Rasa Hadirkan Ragam Kuliner Indonesia di Central Park
-
Rayakan Hari Kemerdekaan Bersama Lebih dari 6000 Siswa dengan Berbagi Es Krim Gratis di Seluruh Indonesia
-
Terinspirasi HUT RI di IKN, The House of Arwuda Luncurkan Parfum Independence