Suara.com - Paham radikal di indonesia saat ini masih disebarkan secara leluasa media sosial dan belum ada usaha kolektif untuk mengatasi hal ini. Padahal, generasi muda menjadi target utama penyebaran radikalisme.
Hal ini, menurut Irendra Radjawali, pengamat data digital yang juga peneliti pada Universitas Bonn, Jerman, harus diwaspadai karena di zaman digital ini kebenaran dicari lewat algoritma.
"Sumber kebenaran perlahan bergeser dari ketuhanan, keakuan, menjadi algoritma," kata Irendra dalam konferensi pers Kompetisi Video Pendek 'Karena Kita Indonesia' di Kantor Tempo, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
"Seperti misalnya mencari jalur yang paling enak ke Senayan, kini menggunakan aplikasi atau mencari jenis obat yang sesuai dengan data on-line. Dan ini bisa berbahaya," imbuh dia.
Sebagai dampaknya, kata dia, subrealitas bisa loncat menjadi hiperealitas.
"Subrealitas adalah dunia maya, sedangkan hiperealitas adalah interpretasi fakta yang didasarkan atas gambar, teks, statistik, angka-angka, yang belum tentu realitas sebenarnya," ucap lulusan Universitas Bremen, Jerman itu.
Irendra meriset jejaring kata di Twitter yang berhubungan dengan radikalime. Ia mulai dari 300 kata kunci yang sering diperalat oleh para ekstremis dalam proses perekrutan seperti 'kafir', 'jihad', 'ISIS', 'khilafah', serta 'Syiria'.
"Saya menemukan, kata-kata yang berhubungan dengan 'jihad' malah kata-kata yang sangat personal seperti 'jalanku', 'berbuat', 'keluar'. Ada usaha personalisasi radikalisme," ujar Irendra.
Menurutnya, ada beberapa cara untuk menangkal radikalisme. Pertama ada pembentukan semacam kamus digital yang berisi kata-kata dan sintaks yang digunakan untuk mendeteksi penyebaran radikalisme di media sosial sejak dini. Data yang diakuisisi kemudian harus dianalisa dan diartikulasikan dengan sistem yang baik.
Kedua, butuh usaha kolektif dari berbagai pemangku kepentingan untuk menindaklanjutinya, baik secara online maupun offline.
"Karena mereka menyebarkan pahamnya di dunia media sosial, tapi perekrutannya di dunia nyata," jelas dia.
Ketiga, adanya analisis ruang dan waktu yang baik dari media sosial. Pasalnya, sering kali propaganda radikalisme di Twitter dilakukan oleh robot yang lebih dikenal dengan istilah bot.
"Karena kata-kata itu bisa saja terdeteksi di Medan, misalnya. Tapi apa benar ada di sana?" tutup Irendra.
Berita Terkait
-
Oubaitori: Saatnya Berhenti Berlomba dan Mulai Bertumbuh Sesuai Ritme Diri
-
Paradoks Media Sosial: Semakin Terhubung, Semakin Merasa Kurang, Semakin Tertekan
-
Langkah Nyata Dukung Perempuan Indonesia Tumbuh Mandiri dan Berdaya di Era Digital
-
Hidupmu Bukan Konten: Melawan Standar Sukses Versi Media Sosial
-
Bukan Sekadar Tren Viral: Memahami Kekuatan Pop Culture di Era Digital
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
Forza Horizon 6 di Jepang: Ada Alasan Khusus, Jadi Game Eksklusif Xbox Awal Peluncuran
-
Tak Perlu Keluar Aplikasi Lagi! Gemini Segera Bisa Multitasking di Android
-
5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
-
LG Siap Unjuk Robot Humanoid untuk Urusan Rumah di CES 2026, Ini Bocorannya
-
Xiaomi 17 Ultra Leica Edition Ludes dalam Hitungan Menit, Diburu Kolektor dan Fotografer
-
Menutup 2025, Apple Pensiunkan 25 Produk Sekaligus: Era Lama Resmi Berakhir
-
5 Laptop Murah Terbaik 2025 untuk Mahasiswa yang Bisa Multitasking, Awet Dipakai Sampai Wisuda
-
Bocoran Render Tecno Pova Curve 2 5G Muncul, Baterai 8.000mAh Siap Guncang Pasar Mid-Range
-
5 HP dengan Stylus Pen Paling Murah, Spek Mewah untuk Multitasking
-
Waspada! Di Balik Keindahan Pandora, 'Avatar 3' Jadi Umpan Empuk Penjahat Siber