Salje bekerjasama dengan beberapa pakar dari University of Florida, Walter Reed Army Institute of Research dan University of Buffalo, New York untuk meneliti antibodi individu dan menentukan ambang batas kewaspadaan atas serangan dengue.
"Bila seseorang yang terinfeksi sekali mengalami serangan kedua kali oleh virus yang berbeda, tingkat antibodinya akan meningkat, tetapi tidak mampu melindungi, hanya sebatas menempel pada virus tanpa kemampuan menetralkannya,” papar Salje.
“Kondisi ini masuk kelompok “jendela risiko”. Akan terjadi pendarahan akibat dengue,” timpal Simon Cauchemez, Kepala Pemodelan Matematika Unit Penyakit Infeksi.
Mereka pun lantas membuat permodelan batasan “jendela risiko” dengan menggunakan data pasien dengue di Thailand, kurun 1998 – 2003. Kepada sekitar 3.451 anak-anak dari daerah pedesaan di Thailand dilakukan tes darah setiap 90 hari selama lima tahun, sehingga para ilmuwan dapat mengamati tingkat antibodi mereka dari waktu ke waktu.
Foto: Nyamuk jenis Aedes potensial menularkan virus dengue [Shutterstock]
Anak-anak itu juga dimonitor untuk melihat apakah mengalami gejala demam berdarah. Semua data dimasukkan ke dalam model yang dikembangkan oleh tim dan, setelah melakukan analisis statistik, para ilmuwan bisa menentukan tingkat antibodi yang terkait dengan risiko komplikasi yang lebih tinggi.
"Analisis ini mengidentifikasi konteks dan tingkat antibodi para individu yang bisa digolongkan dalam “jendela risiko”. Karakterisasi risiko individu membuat kami bisa memantau populasi, dan menentukan kapan populasi itu secara kolektif mungkin berisiko mengalami dengue fever yang lebih parah,” tutur Derek Cummings, Professor Biologi dari University of Florida.
"Studi ini juga memperlihatkan kesulitan dalam strategi membuat vaksin yang efektif untuk demam berdarah, karena vaksin yang ada tidak menawarkan perlindungan penuh terhadap semua serotype," ungkap Simon Cauchemez.
Baca Juga: Nikmati Budaya Khmer di Courtyard by Marriott Kamboja
Namun, temuan ini sudah ikut memajukan pemahaman kita tentang virus dan menawarkan prospek baru dalam mengidentifikasi individu yang bakal terkena, dengan pemantauan lebih dekat dan vaksinasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
-
China Sindir Menkeu Purbaya Soal Emoh Bayar Utang Whoosh: Untung Tak Cuma Soal Angka!
Terkini
-
Whoop Band vs Smartwatch: Mana yang Terbaik untuk Pantau Kesehatan?
-
SIPD ASN Punya Fitur Apa Saja: Cek Bedanya dengan Info GTK
-
Penjualan iPhone 17 Series Laris Lampaui iPhone 16, Model Air Tak Sesuai Harapan
-
Cara Menggunakan Meta AI di WhatsApp, Ternyata Sangat Mudah!
-
24 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober: 26 Ribu Gems dan Paket 111-113 Menanti
-
Ciri-Ciri Player Dark System Game Mobile Legends, Musuh Tersembunyi yang Merusak Rank-mu!
-
Ditandu hingga Lakukan Prosesi Basuh Kaki, Video 'Pangeran' Gibran Tuai Perbincangan Netizen
-
Spesifikasi PC Jurassic World Evolution 3: Minimal RAM 16 GB dan Intel Core i5
-
3 HP Xiaomi yang Kompatibel Wireless Charging: Tak Perlu Repot Bawa Kabel
-
Indosat dan Komdigi Perkuat Registrasi eSIM dengan Teknologi Biometrik