Suara.com - Sebagian salju di wilayah Antarktika mengalami fenomena tak lazim karena warnanya berubah menjadi merah darah. Dipandang sekilas, mirip strawberry sorbet atau es krim strobei. Namun, di balik pemandangan unik ini, fenomena salju merah ternyata menyimpan bahaya tersendiri.
Sebelumnya, ilmuwan yang bermarkas di stasiun riset milik Ukraina, Vernadsky Research Base, dikelilingi salju semacam itu. Penyebabnya berasal dari sejenis ganggang dengan pigmen merah bernama Chlamydomonas nivalis.
Ketika musim dingin melanda Antarktika, ganggang tadi mampu bertahan hidup. Tumbuhan yang hidup di berbagai area dingin ini tertimbun jauh di bawah lapisan salju sehingga wujudnya tak terlihat.
Namun memasuki musim semi hingga musim panas yang ditandai dengan peningkatan suhu sehingga lebih hangat, tumpukan salju mulai menipis, sehingga ganggang merah muncul ke permukaan.
Warna merah ganggang ini diketahui berasal dari karotenoid di kloroplas ganggang. Pigmen itu berperan untuk menyerap panas dan melindungi mereka dari sinar ultraviolet. Karena itulah ganggang tadi sanggup bertahan sepanjang tahun.
Sayangnya, warna merah pada ganggang Antarktika ini punya konsekuensi lain yang cukup membahayakan Bumi.
"Merekahnya ganggang itu berkontribusi terhadap perubahan iklim," papar National Antarctic Scientific Centre Ukraine, seperti dikutip dari Science Alert, Senin (2/3/2020).
Sebelum sampai pada temuan ini, studi 2016 mengungkapkan jika perkembangan ganggang sanggup menurunkan jumlah cahaya yang direfleksikan oleh salju di kutub. Setahun berselang, studi terpisah menyebut bahwa ganggang ini berkontribusi terhadap mencairnya satu per enam massa salju di Alaska.
Ringkasnya, area yang ditempati ganggang merah mengalami pelelehan es lebih cepat. Di sisi lain, suhu musim panas di Antarktika menjadi kian meningkat. Akibatnya, kondisi ini membuat ganggang semakin subur dan mempercepat proses pencairan es.
Baca Juga: Best 5 Otomotif Akhir Pekan: Geneva Motor Show Batal, Nmax Pak Harto
"Peristiwa semacam ini sekarang terjadi lebih sering," tutup ahli salju, Mauri Pelto dari Nichols College.
Seperti yang diketahui, mencairnya es bukanlah berita bagus karena berpotensi menambah kenaikan air laut. Antarktika sendiri baru saja dilanda gelombang panas selama 9 hari pada bulan Februari lalu, dengan suhu mencapai 18,3 derajat Celcius.
Berita Terkait
Terpopuler
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Oktober: Klaim 16 Ribu Gems dan Pemain 110-113
- Jepang Berencana Keluar dari AFC, Timnas Indonesia Bakal Ikuti Jejaknya?
- Here We Go! Peter Bosz: Saya Mau Jadi Pelatih Timnas yang Pernah Dilatih Kluivert
- Daftar HP Xiaomi yang Terima Update HyperOS 3 di Oktober 2025, Lengkap Redmi dan POCO
- Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Meninggal Dunia dan Kisahnya Jadi Korban Bullying
Pilihan
-
Hasil Drawing SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Ketiban Sial!
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
Terkini
-
Pembuat God of War Sebut Pengembang AAA Juga Butuh Game Kecil, Ini Alasannya
-
Debut 21 Oktober, Perusahaan Ungkap Varian Warna Realme GT 8
-
Bocoran Harga GTA 6 Beredar, Bakal Lebih Mahal?
-
5 HP Realme yang Kameranya Bagus, Hasil Tak Kalah dari iPhone
-
Cek Bansos Kemensos Error? Ini Cara Mudah Cek Penerima BLT Online 2024
-
Sederet Fitur Baru yang Ada di iPhone 17, Ketahui sebelum Putuskan Upgrade
-
Review Xiaomi 15T Pro: Kembalinya Julukan HP 'Flagship Killer'
-
Rumor: Disebut Jiplak iPhone, Samsung Galaxy S26 Pro Ditiadakan!
-
Xiaomi Rilis Perbaikan Bug HyperOS: Fokus pada Masalah Pengisian Daya dan Stabilitas Sistem
-
49 Kode Redeem FF Terbaru 20 Oktober 2025: Klaim Diamond, Token Khusus, dan Skin AK47