Suara.com - Ian Burnet, seorang warga Australia, pernah lama bekerja di Indonesia di bidang geologi. Setelah pensiun, dia sudah menulis lima buku terkait Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir.
Ian sekarang sudah berusia 75 tahun dengan istri asal Indonesia yang kini tinggal di negara bagian New South Wales.
Namun usia tidak membuatnya mengendurkan kegiatannya untuk menulis.
Dengan pengalaman bekerja dan mengunjungi Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Ian melihat banyak hal yang kemudian memberikannya inspirasi untuk menulis buku.
"Saya pertama kali ke Indonesia di tahun 1968 dan Anda bisa bayangkan itu tahun setelah "The Years of Living Dangerously" [sebuah film Australia yang menggambarkan masa pergolakan di Indonesia tahun 1965, dengan bintang utama Mel Gibson]," kata Ian Burnet kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
Pria kelahiran South Gippsland, Victoria, sebelumnya menamatkan pendidikan sarjana di bidang geologi dan geofisika dari University of Melbourne.
"Saya kemudian kembali ke Indonesia untuk bekerja di Jakarta tahun 1970-1978 dan di tahun 1981-1985 untuk berbagai di perusahaan eksplorasi minyak," jelasnya.
Buku dari tulisannya yang baru diluncurkan tahun 2019 lalu berjudul "The Tasman Map".
Baca Juga: TMM Gandeng Badan Geologi KESDM Uji Hasil Pengolahan Nikel
Menulis lima buku dalam 10 tahun
Buku pertamanya soal Indonesia adalah "Spice Islands" atau Pulau Rempah, terbitan 2011 yang menceritakan kehidupan di pulau-pulau di Indonesia Timur.
Dalam bukunya tersebut ia memadukan sejarah, romansa, serta pertualangan dalam perdagangan rempah selama lebih 2.000 tahun di Indonesia.
Dua tahun kemudian ia menulis buku "East Indies" , "Archipelago – A Journey Across Indonesia" di 2015, mengenai pertarungan selama 200 tahun antara kerajaan Portugis, VOC, dan perusahaan Hindia Inggris untuk supremasi di Laut Timur.
Ia menyatakan jika buku ini sudah dicetak selama tiga kali, dengan penjualan saat ini sudah mencapai sekitar 4.000 buah.
Lalu di buku berjudul "Where Australia Collides with Asia - The Epic Voyages of Joseph Banks, Charles Darwin, Alfred Russel Wallace and the Origin of On the Origin of Species", yang terbit pada 2017, ia menceritakan perjalanan epik sejumlah penjelajah dan pelaut dunia, termasuk asal usul spesies.
Sementara buku paling akhir "The Tasman Map" adalah biografi Abel Tasman, VOC dan penemuan Benua Australia pertama kali oleh Belanda.
Dalam wawancara dengan Indo Lit Club yang ditayangkan di YouTube baru-baru ini, Ian mengatakan tema utama dari semua buku yang ditulisnya adalah mengenai rempah-rempah, pulau-pulau yang menghasilkan rempah di Indonesia, serta kehadiran VOC.
"Saya ingin menghidupkan kembali kisah-kisah tersebut."
Namun ketika pensiun, Ian mengatakan sama sekali tidak menduga akan mampu menerbitkan lima buku dalam 10 tahun terakhir.
"Menulis buku pada awalnya adalah hobi setelah pensiun. Saya berpikir mungkin setelah saya melakukan penelitian, saya tidak akan menuliskannya dalam buku," katanya dalam wawancara dengan Toni Pollard di kanal YouTube tersebut.
"Lalu saya menulis buku, tapi berpikir mungkin buku itu tidak akan pernah selesai. Setelah selesai menulis, saya merasa mungkin tidak akan ada yang mau menerbitkannya," katanya.
Namun Ian mengaku jika sejauh ini belum ada penerbit atau perseorangan yang berminat untuk menterjemahkan buku-bukunya ke dalam bahasa Indonesia.
"Selama ini minat terhadap buku-buku saya lumayan, namun terbatas, karena saya menulis untuk kalangan yang terbatas, yaitu orang-orang asing yang berbahasa Inggris yang tertarik dengan Indonesia," katanya.
Kenangan indah dari perjalanan ke Indonesia
Salah satu buku yang berdasarkan pengalaman pribadinya adalah tertuang dalam buku "A Journey Across the Archipelago", di mana Ian menceritakan kisahnya menjelajahi berbagai kawasan Indonesia mulai dari Jakarta sampai ke Timor Timur saat itu.
"Saya pernah mengunjungi Oecusse di wilayah Timor Timur [sekarang Timor Leste] yang terpisah dari wilayah Timor Timur, karena berada di wilayah Timor Barat."
"Saya juga melihat Selat Flores dari dekat Larantuka … selat itu dikelilingi pulau-pulau yang masing-masing memiliki gunung, namun tampak seperti sebuah laut yang luas," tambahnya.
Ian juga terlibat dalam berbagai kegiatan di Indonesia untuk mempromosikan buku-buku yang ditulisnya, termasuk hadir di salah satu festival sastra terkenal di Indonesia, yakni Festival Penulis Ubud di Bali.
"Saya bisa melakukan promosi buku saya di Jakarta lewat Yayasan Warisan Indonesia [Indonesian Heritage Society]," kata Ian Burnet.
"Di Bali di Festival Penulis Ubud, saya hadir mempromosikan empat buku saya, dan juga saya pernah ke Kuala Lumpur, Malaka, Penang, Singapura dan tentu saja di Australia."
Melihat banyak kemajuan di Indonesia
Ian mengaku melihat ada perubahan dengan Indonesia sekarang ini dibandingkan dengan kedatangannya pertama kali di tahun 1968.
"Tentu saja sudah ada begitu banyak kemajuan di Indonesia sejak saya pertama datang dan saya hampir tidak lagi mengenali beberapa bagian di Jakarta," katanya.
Ian mengaku jika ia belajar bahasa Indonesia begitu ia tiba, terlebih karena menikah dengan perempuan Indonesia sehingga ia merasa harus bisa menguasainya.
"Untuk pembicaraan sehari-hari saya mengerti dan bisa melakukannya, namun untuk mendiskusikan hal yang serius, misalnya masalah politik atau agama, kemampuan kosakata saya terbatas," akunya.
Setelah hampir 30 tahun tinggal dan mengenal Indonesia, Ian mengaku memiliki sejumlah hal yang paling ia disukai dari Indonesia yang merayakan kemerdekaan ke-75 di tahun 2020 ini.
"Saya suka nasi Padang, kopi tubruk, cendol, gula merah dan santan, dan tentu saja durian," katanya.
"[Namun] saya tidak suka dengan penggunaan WC Jongkok," katanya sambil tertawa dalam wawancara dengan Indo Lit Club di YouTube.
Berita Terkait
-
Bantah Ocehan Arya Sinulingga, Asnawi Mangkualam Ngamuk: Jangan Asal Ngomong!
-
Klasemen SEA Games 2025 Hari Ini: Thailand Sulit Dikejar, Indonesia Koleksi 14 Emas
-
Bisnis Properti di Negara Tetangga Tertekan, Fenomena Pajak Bisa Jadi Pelajaran
-
Penantian Panjang Berakhir! Timnas 3x3 Putri Indonesia Raih Emas SEA Games 2025
-
John Heitinga Batal, Eks Liverpool Cocok Latih Indonesia, Lebih Murah dari Van Bronckhorst?
Terpopuler
- 4 Sepatu Lokal Senyaman On Cloud Ori, Harga Lebih Terjangkau
- 5 Body Lotion Niacinamide untuk Cerahkan Kulit, Harganya Ramah Kantong Ibu Rumah Tangga
- Menguak PT Minas Pagai Lumber, Jejak Keluarga Cendana dan Konsesi Raksasa di Balik Kayu Terdampar
- 5 HP Murah Terbaik 2025 Rekomendasi David GadgetIn: Chip Mumpuni, Kamera Bagus
- 55 Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember: Ada Ribuan Diamond, Item Winterlands, dan Woof Bundle
Pilihan
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
-
PT Tusam Hutani Lestari Punya Siapa? Menguasai Lahan Hutan Aceh Sejak Era Soeharto
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
Terkini
-
4 HP Harga Rp2 Jutaan Terbaik 2025 dengan Spek Tinggi: Kamera 108 MP, Chipset Ngebut!
-
5 Cara Download Video FB yang Diprivasi Lewat HP, Praktis Tanpa Aplikasi
-
3 Tablet dengan SIM Card Paling Murah, Harga Mulai Rp1 Jutaan Bisa Telepon dan Internetan Lancar
-
TikTok Rilis Daftar Musik Terpopuler 2025, Stecu Stecu Masuk 10 Besar
-
5 Rekomendasi Tablet Layar 12 Inci Terbaik, Nyaman untuk Multitasking Harian
-
53 Kode Redeem FF 11 Desember 2025: Klaim Skin Salju Gratis dan Bocoran Faded Wheel
-
One UI 8.5 Beta Rilis, HP Samsung Apa Saja yang Kebagian? Ini Plus Minusnya
-
25 Kode Redeem FC Mobile 11 Desember 2025: Sikat Buffon 115 dan Gems Record Breaker
-
5 Rekomendasi HP Android Mirip iPhone Air Rilisan 2025, Mulai Rp 1 Jutaan
-
Dari Excel ke Android: Cara Cerdas Mengimpor Kontak dalam Hitungan Menit!