Suara.com - Pemanfaatan metode rekayasa genetika pada proses produksi makanan seperti kedelai, buah-buahan dan sayuran melahirkan dua kelompok besar yang berseberangan secara global.
Kelompok investor industri pangan dan sebagian peneliti mendukung genetically modified organism (GMO) dan produk rekayasa genetika (PRG) sebagai solusi ketahanan pangan dan pemeliharaan sumber daya lingkungan dari serangan hama.
Di sisi lain, peneliti independen, pengamat lingkungan, dan konsumen mengkhawatirkan risiko baru dari pangan PRG seperti alergi makanan, kenaikan resistansi antibiotik, dan dampak kesehatan manusia yang tidak diinginkan lainnya. Lalu bagaimana sebenarnya persepsi masyarakat Indonesia terhadap produk rekayasa genetika?
Riset terbaru kami, yang dilakukan pada 21 Mei 2020 hingga 15 Juni 2020 pada 276 responden berusia 16 hingga 57 tahun, menunjukkan mayoritas responden ragu-ragu untuk membeli pangan PRG (71,3%). Bahkan, ada responden yang tidak akan membeli jika tahu produk itu adalah pangan hasil rekayasa genetika (7,9%).
Namun kenyataannya tempe dan tahu yang diproduksi di Indonesia mayoritas (lebih dari 70%) menggunakan kedelai impor PRG dari Amerika. Dari dua jenis responden tersebut, semuanya mengkonsumsi tempe dan tahu. Namun, 90% responden tersebut tidak menyadari mengkonsumsi tempe dan tahu yang kemungkinan besar adalah pangan PRG.
Sebagai contoh pada 2016, lebih dari 2 juta ton kedelai yang merupakan hasil rekayasa genetika yang diimpor dari Amerika Serikat untuk kebutuhan konsumsi serta produksi tahu dan tempe. Ini artinya sebagian besar tempe dan tahu yang beredar di pasar Indonesia berbahan kedelai yang telah direkayasa gennya karena produksi kedelai dalam negeri hanya 860 ribu ton.
Rekayasa genetika
GMO adalah organisme, baik hewan, tanaman, maupun mikroorganisme yang telah diubah material genetiknya (DNA) secara sengaja, bukan secara alamiah. Sementara PRG merupakan produk yang diproduksi dari atau menggunakan GMO.
Sebenarnya, nenek moyang kita telah merekayasa genetika secara sederhana yaitu mengawinkan silang tanaman untuk mendapatkan ciri yang diinginkan. Sebagai contoh, dulu jagung hanya merupakan rumput liar bernama teosinte yang berbiji kecil dan tidak banyak isinya. Namun, nenek moyang kita telah berusaha untuk mendapatkan jagung yang sekarang kita kenal.
Baca Juga: 750 Juta Nyamuk Mutan Bakal Dilepaskan, Ini Alasannya
Di Indonesia, keamanan pangan PRG telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 21 Tahun 2005. Namun, payung hukum untuk komersialisasi PRG belum tersedia karena Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian belum menyelesaikan Pedoman Pengawasan dan Pengendalian PRG sebagai payung hukum pengawasan sesuai amanat PP No. 21/2005. Sehingga, para petani belum bisa menanam tanaman bioteknologi ini, sementara masyarakat masih mengkonsumsi PRG impor.
Sejauh ini, PRG di Indonesia masih dalam tahap pengembangan antara lain padi tahan kekeringan, padi tahan garam, padi produktivitas tinggi, tomat tahan virus, dan tomat berbiji sedikit.
PRG ini dikembangkan oleh Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Kementerian Pertanian atau Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development (ICABIOGRAD). Banyak produk lainnya seperti pepaya, tebu gula serta singkong yang juga dimodifikasi oleh institusi lainnya.
Pandangan masyarakat terhadap pangan PRG
Riset kami menggunakan kuesioner online untuk mendapatkan gambaran umum dan preferensi konsumen terhadap produk rekayasa genetika. Walau pangan PRG telah biasa dikonsumsi, survei kami menunjukkan masyarakat cenderung menjadi ragu untuk mengonsumsi suatu produk saat mengetahui bahwa produk tersebut adalah PRG.
Dari survei online, kami temukan sebagian besar responden (70,1%) sudah mengetahui informasi mengenai PRG. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi rekayasa genetika sudah menjadi pengetahuan umum di masyarakat. Pada saat menemukan PRG, hanya sekitar 20,8% responden akan membeli produk tersebut dengan alasan utama mereka merasa kualitas PRG lebih baik dari segi rasa, warna, dan bau. Sebaliknya, hanya sebagian kecil responden (7,9%) menyatakan tidak akan membeli PRG dengan alasan utama pengetahuan mereka terhadap PRG.
Menariknya, mayoritas responden (71,3%) menjawab “ragu-ragu” untuk membeli produk rekayasa genetika. Hal ini menandakan bahwa mereka bimbang antara ingin membeli atau tidak, dan pola pemikiran ini utamanya didasari oleh adanya pengetahuan mereka terhadap PRG.
Berita Terkait
-
Disarankan Profesor IPB: Ini Cara 'Melatih' Sistem Imun Anda dengan Makanan Fermentasi
-
12 Resep Orek Tempe Pedas Manis yang Enak dan Gampang Dibuat
-
Mau Kulit Cerah? Ini Rekomendasi Skincare dengan Soybean yang Wajib Dicoba!
-
4 Pelembab Kandungan Kedelai Ampuh Jaga Elastisitas Kulit dan Lawan Kerutan
-
4 Rekomendasi Toner Soybean untuk Jaga Kelembapan dan Perkuat Skin Barrier
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Tanggapi Kasus Predator Anak di Game, CEO Roblox Menuai Sorotan
-
5 Game Terlaris PlayStation di PC: Helldivers 2 Jadi Pemuncak, Horizon Zero Dawn Nomor Dua
-
5 HP RAM 16 GB Paling Murah untuk Aktivitas Berat, Mulai Rp7 Jutaan
-
Trailer Anyar Beredar, James Bond Pakai Supercar Aston Martin di 007 First Light
-
WhatsApp Hidupkan Kembali Fitur About, Mirip Instagram Notes
-
5 Smartwatch yang Kompatibel dengan iOS dan Android, Harga Mulai Rp400 Ribuan
-
5 Tablet RAM 8 GB Paling Murah yang Cocok untuk Multitasking dan Berbagai Kebutuhan
-
27 Kode Redeem FF Terbaru 22 November 2025, Klaim Hadiahnya Gratis!
-
25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 November 2025: Ada Pemain Glorious, 450 Rank Up, dan 1.500 Gems
-
5 Tablet Murah untuk Edit Video: Spek Dewa, Memori Besar, Harga Mulai Rp2 Jutaan