Suara.com - Orangutan Tapanuli, spesies kera besar paling langka di dunia, semakin mendekati kepunahan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Kera besar itu sekarang dapat ditemukan di pegunungan Batang Toru, Sumatra Utara, Indonesia, di mana hewan tersebut hanya menempati kurang dari 3 persen habitat pada akhir tahun 1800-an.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada 4 Januari di jurnal PLOS One, saat ini jumlah orangutan Tapanuli kurang dari 800 di Batang Toru, menjadikannya spesies yang terancam punah.
Jika lebih dari 1 persen populasi orangutan Tapanuli dewasa dibunuh, ditangkap, atau dipindahkan setiap tahun, hewan ini akan menjadi spesies kera besar pertama yang punah di zaman modern.
Menurut Erik Meijaard, ilmuwan konservasi dan pendiri kelompok konservasi Borneo Futures, idealnya orangutan harus dapat berpindah di berbagai lingkungan, termasuk dataran rendah untuk memaksimalkan peluang bertahan hidup.
Sayang, yang terjadi sebaliknya. Di mana, orangutan Tapanuli ini terjebak di dataran tinggi yang tidak cocok untuk hewan itu secara optimal.
Habitat yang terbatas ini pun bisa segera terancam oleh pembangkit listrik tenaga air baru yang akan berlokasi di Sungai Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Dilansir dari Live Science, Selasa (6/4/2021), pembangkit listrik seluas 122 hektar ini akan menghalangi beberapa subpopulasi orangutan Tapanuli untuk berbaur, yang dapat menyebabkan perkawinan sedarah dan membatasi keanekaragaman genetik spesies tersebut.
Perusahaan PT North Sumatera Hydro Energy (PT NHSE) telah menghentikan sementara pembangunan pembangkit listrik karena pandemi.
Baca Juga: Populasi Orangutan Sumatra Terancam Punah
Proyek tersebut juga kehilangan dana utama dari Bank of China, sehingga konstruksi mungkin akan tetap ditunda selama beberapa tahun.
Meijaard dan timnya ingin agar pengembang, pemerintah, IUCN, dan Program Konservasi Orangutan Sumatra (SOCP) menggunakan jeda waktu ini untuk melakukan penyelidikan independen yang menilai ancaman terhadap orangutan.
Sebelumnya, PT NHSE mendanai proyeknya sendiri dan menyimpulkan bahwa pembangunan tersebut tidak akan mengancam habitat kera. Namun, International Union for Conservation of Nature (IUCN) merilis laporan yang membantah penilaian PT NHSE.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
56 Kode Redeem FF Terbaru 22 Desember 2025, Klaim Diamond dan Bundle Spesial Winter
-
30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Desember 2025, Klaim Gems dan Pemain Legendaris Stam
-
Bintang Harry Potter dan GOT Bergabung di Serial TV Tomb Raider
-
32 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Desember: Klaim Henry, Fabregas 114, dan Gems
-
Tiruan Game Horizon Ditarik dari Steam: Babak Akhir Pertarungan Sony vs Tencent?
-
60 Kode Redeem FF Aktif 21 Desember 2025: Garena Bagi Diamond Gratis dan Bundle Spesial
-
Bocoran Harga Redmi Note 15 5G di Pasar Asia Beredar, Diprediksi Lebih Mahal
-
HP Murah HMD Vibe 2 Siap Debut: Desain Mirip iPhone, Harga Diprediksi Sejutaan
-
Xiaomi Home Screen 11 Muncul di Toko Online, Pusat Kontrol Lebih Premium
-
Honor Win Segera Rilis: Usung Baterai 10.000 mAh, Skor AnTuTu 4,4 Juta Poin