Suara.com - Kegagalan dalam memahami bahasa Mandarin akan menghalangi Indonesia untuk mengambil manfaat penuh dari hubungan ekonominya dengan China, yang merupakan mitra dagang dan investor terbesar bagi Indonesia. Berikut ulasan dari Muhammad Zulfikar Rakhmat, dosen di Universitas Islam Indonesia:
Dengan semakin besarnya pengaruh China di dunia global, banyak orang di seluruh dunia semakin menyadari pentingnya memahami China dengan lebih baik.
Di negara-negara tempat Tiongkok berinvestasi seperti Korea Selatan dan Afrika, minat belajar bahasa Mandarin sedang meningkat pesat. Mereka percaya dengan menguasai bahasa Mandarin akan membantu memahami norma, budaya, dan kebijakan China, yang akan membantu mereka berinteraksi dengan China.
Namun, hal ini tidak terjadi di Indonesia, tempat pengaruh Cina telah tumbuh secara eksponensial dalam beberapa tahun terakhir.
Kegagalan dalam memahami bahasa Mandarin akan menghalangi Indonesia untuk mengambil manfaat penuh dari hubungan ekonominya dengan Tiongkok, yang merupakan mitra dagang dan investor terbesar bagi Indonesia.
Permasalahan bahasa Mandarin di Indonesia
Indonesia merupakan rumah bagi 7 juta etnis Tionghoa atau 3,3% dari total populasi.
Meski ada beberapa kemajuan dalam mempromosikan bahasa Mandarin di Indonesia, namun Indonesia belum mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar bahasa Mandarin, sebagian besar karena alasan politik.
Hal ini dimulai dari rezim otoriter Orde Baru Indonesia di bawah Presiden Suharto, yang memutuskan untuk membekukan hubungan dengan China pada 1967, dalam upaya untuk menahan penyebaran komunisme.
Baca Juga: Manfaat Belajar Bahasa Mandarin bagi Anak-anak
Suharto mengeluarkan berbagaikebijakan dengan menutup sekolah-sekolah berbahasa Mandarin dan surat kabar berbahasa Mandarin. Dia juga mengeluarkan peraturan untuk memaksa naturalisasi keturunan Tionghoa, yang menyebabkan stigmatisasi selama beberapa dekade. Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan bahasa Mandarin di antara etnis Tionghoa di Indonesia karena mereka percaya di Indonesia mempelajari bahasa Mandarin sudah tidak berguna lagi.
Pada 1999, Presiden keempat Indonesia Abdurrahman Wahid telah mengambil kebijakan untuk menghapuskan kebijakan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa.
Namun, setelah kebijakan ini muncul dorongan untuk kembali belajar bahasa China meningkat.
Sekolah privat telah membuka mata pelajaran khusus bahasa China. Beberapa sekolah juga membuat kurikulum dengan menggunakan tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, Inggris, dan China. Mereka menyebutnya sekolah tiga bahasa, selain itu beberapa kampus juga menawarkan mata kuliah bahasa China.
Lembaga pendidikan menjadi aktor penting dalam penyebaran dan pertumbuhan bahasa China di Indonesia.
Namun, sistem pendidikan bahasa China di Indonesia belum memenuhi standar internasional lembaga resmi China dalam menyelenggarakan kompetensi bahasa China, yang disebut Hanyu Shuiping Kaoshi (HSK). Hal ini belum diimplementasi secara menyeluruh di Indonesia.
Willy Berlian, Ketua Federasi Pendidikan Bahasa China Indonesia mengatakan, meski sistem sekolah formal telah menambahkan pendidikan bahasa Mandarin dan memasukkan bahasa China ke dalam pengajaran bahasa asing, masih tetap sulit mengintegrasikan pendidikan bahasa China ke dalam sistem pendidikan Indonesia. Hal ini karena tidak ada aturan standar yang diterapkan oleh lembaga-lembaga bahasa China di Indonesia.
Selain itu, kurangnya tenaga pengajar juga menghambat pengajaran bahasa China di sekolah-sekolah umum Indonesia.
Pemerintah kurang berupaya
Hingga tahun 2005, belum ada perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program pendidikan guru bahasa China.
Peraturan pemerintah mengharuskan sebuah universitas memiliki minimal enam dosen dengan kualifikasi master dalam pendidikan bahasa China.
Selama perguruan tinggi tidak menyediakan program studi pendidikan bahasa China, sulit bagi Indonesia untuk menghasilkan guru bahasa China.
Komunitas Tionghoa di Indonesia telah mendukung Kementerian Pendidikan untuk berupaya meningkatkan jumlah kursus bahasa China melalui lembaga pendidikan formal di berbagai provinsi.
Jumlah kursus bahasa China berkembang pesat di empat kota besar yaitu Jakarta, Surabaya di Jawa Timur, Bandung di Jawa Barat, dan Medan di Sumatera Utara pada 2000, menyebar ke 20 provinsi di Indonesia pada 2019.
Pemerintah Indonesia juga telah berusaha mengirimkan staf pengajar ke China untuk mengikuti pelatihan pengajaran bahasa China dan mengundang instruktur bahasa China ke Indonesia.
Namun, ini tidak terlalu berhasil karena sekolah harus membayar biaya visa untuk mempekerjakan guru baru, dan banyak sekolah tidak mampu membayar biaya tersebut.
Perkembangan mulai tampak secara bertahap ketika sebuah inisiatif yang dibentuk di bawah kerja sama antara lembaga pendidikan Cihna dan Indonesia yang disebut Confucius Institutes (CI), pertama kali didirikan pada 2011.
Institusi ini juga memberikan kursus bahasa China, melatih guru atau calon guru, dan melaksanakan tes HSK.
Selain itu CI juga menawarkan beasiswa bagi orang Indonesia untuk belajar bahasa di China, sehingga ketika mereka kembali ke Indonesia mereka dapat menjadi tenaga pengajar bahasa China.
Namun, banyak dari mereka yang kembali lebih memilih bekerja di perusahaan China, yang membayar mereka dua kali lipat daripada menjadi guru.
Meski kontrak beasiswa menetapkan bahwa mereka harus mengajar bahasa China saat mereka kembali, banyak yang tidak memenuhi kontrak dan memilih untuk bergabung dengan perusahaan China.
Penting untuk disadari
Sangat penting untuk menyadari pentingnya mengatasi hambatan budaya dan bahasa dalam hubungan Indonesia-Tiongkok.
Dengan memahami bahasanya, masyarakat Indonesia akan lebih mengenal norma dan adat istiadat masyarakat China, cara berbisnis, serta kepentingan nasional dan institusional mereka.
Hal ini dapat membantu pemerintah Indonesia merumuskan kebijakan yang lebih tepat terkait China, yang pada akhirnya mengarah pada hubungan yang lebih bermanfaat antara kedua negara.
Artikel ini sebelumnya tayang di The Conversation.
Berita Terkait
-
Bagaimana Peruntungan Setiap Shio Hari Ini 16 Oktober 2025? Cari Tahu Milikmu di Sini!
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
-
Pertunjukan Kembang Api di Tiongkok Berubah Jadi 'Hujan Api'
-
Fesyen Lokal Lawan Gempuran Barang Murah Impor: Bisakah Bertahan?
-
Kematian Yu Menglong: Jatuh Akibat Alkohol atau Ada Misteri Lain?
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Seharga NMax yang Jarang Rewel
- Here We Go! Peter Bosz: Saya Mau Jadi Pelatih Timnas yang Pernah Dilatih Kluivert
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Meninggal Dunia dan Kisahnya Jadi Korban Bullying
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
Pilihan
-
Kebijakan Sri Mulyani Kandas di Tangan Purbaya: Pajak Pedagang Online Ditunda
-
Harga Emas Hari Ini Turun Lagi! Antam di Pegadaian Jadi Rp 2.657.000, UBS Stabil
-
Hasil Drawing SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Ketiban Sial!
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
Terkini
-
7 Aplikasi Desain yang Ringan dan Mudah, Bisa Diandalkan Saat Canva Gangguan
-
Viral! "Halo" Berujung Petaka: Penipuan Suara AI Mengintai Orang Terdekat!
-
20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
-
57 Kode Redeem FF Terbaru 20 Oktober: Ada Bundle Keren, SG2, dan Diamond
-
23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 Oktober: Ada 22 Ribu Gems dan Pemain 110-113
-
4 Perangkat Xiaomi Siap Masuk ke Indonesia: Ada Redmi Note 15 Pro dan Tablet Anyar
-
Samsung Galaxy Tab A11 Resmi ke RI, Tablet Murah Harga Rp 2 Jutaan
-
MyRepublic Menang Lelang Frekuensi 1.4 GHz, Ini Daftar Wilayah Kebagian Internet Murah
-
14 Tahun Berjalan Kaki, YouTuber Ini Akhirnya Capai Ujung Dunia Minecraft!
-
Strategi Jitu Memulai Bisnis Online Tanpa Modal Besar di Era Digital