Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian (Reform For Police) mengecam Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia alias RUU Polri yang diinisiasi DPR RI.
Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat kalau UU Kepolisian versi baru ini bisa memberangus kebebasan berpendapat masyarakat di media sosial.
"Revisi UU Polri akan semakin memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk memperoleh informasi, serta hak warga negara atas privasi terutama yang dinikmati di media sosial dan ruang digital," katanya dalam siaran pers, Senin (3/6/2024).
Disebutkan kalau Pasal 16 Ayat 1 Huruf (q) dari RUU Polri memperkenankan polisi untuk melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap Ruang Siber.
Kewenangan atas ruang siber tersebut disertai dengan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan memperlambat akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.
Berkaca dari sejarah, tindakan-tindakan memperlambat dan memutus akses internet digunakan untuk meredam protes dan aksi masyarakat sipil, seperti yang dilakukan pada tahun 2019 di Papua dan Papua Barat, adalah tindakan yang menurut Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sebagai Perbuatan Melawan Hukum.
"Campur tangan Polri dalam tindakan membatasi Ruang Siber ini akan semakin mengecilkan ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi publik, khususnya di isu-isu yang mengkritik pemerintah," lanjut Koalisi Masyarakat Sipil.
Selain itu, hadirnya pengawasan secara eksesif pada ruang siber juga berpotensi melanggar hak atas privasi warga negara serta hak untuk memperoleh informasi.
"Serta berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga negara seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN)," tegasnya.
Baca Juga: Cara Memulihkan Akun Netflix yang Dibajak
Maka dari itu, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian (Reform For Police) menyatakan sikap sebagai berikut:
- Menolak Keras Revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR-RI;
- Menuntut DPR maupun Pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan tentang Revisi UU Polri pada masa legislasi ini;
- Menuntut DPR dan Presiden untuk tidak menyusun UU secara serampangan hanya untuk kepentingan politik kelompok dan mengabaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang semestinya sejalan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum. Pembentukan UU baru semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia dalam rangka melindungi warga negara bukan justru sebaliknya mengancam demokrasi dan hak asasi manusia;
- Mendesak DPR untuk memprioritaskan pekerjaan rumah legislasi lain yang lebih mendesak seperti Revisi KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat dan lain-lain;
- Mendesak pemerintah dan parlemen untuk melakukan evaluasi yang serius dan audit yang menyeluruh pada institusi Kepolisian dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga HAM negara;
- Mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperkuat pengawasan kerja Kepolisian, baik dalam hal penegakan hukum, keamanan negara, maupun pelayanan masyarakat, yang mampu memberikan sanksi tegas kepada individu pelaku dan juga perbaikan institusional untuk mencegah pelanggaran serupa terjadi pada masa mendatang.
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian (Reform For Police) ini terdiri dari:
- AJAR (Asia Justice and Rights)
- AJI Indonesia (Aliansi Jurnalis Independen)
- Amnesty Internasional Indonesia
- ELSAM
- HRWG (Human Rights Working Group)
- ICJR (Institute for Criminal Justice Reform)
- ICW (Indonesia Corruption Watch)
- IJRS (Indonesia Judicial Research Society)
- IM57+ Institute
- Imparsial
- KontraS
- Kurawal Foundation
- LBH Jakarta
- LBH Masyarakat
- LeIP (Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan)
- PBHI Nasional
- PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan)
- SAFEnet
- Themis Indonesia
- TII (Transparansi Internasional Indonesia)
- YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia)
Berita Terkait
-
Cara Memulihkan Akun Netflix yang Dibajak
-
Cara Mendeteksi Stalker di Facebook
-
Detik-detik Buronan Nomor Satu Thailand Ditangkap di Bali
-
Pengusaha Bingung Polisi Bisa Blokir Internet lewat RUU Polri, Pertanyakan Peran Kominfo
-
Link Pendaftaran Online Anggota Polri 2024, Diklaim Gratis Tidak Dipungut Biaya
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
Terkini
-
Bocoran iPhone Masa Depan: Kamera Selfie Bakal 'Hilang'
-
Update 20 Kode Redeem FC Mobile 11 November 2025, Klaim Gems dan Pemain 111-113 Gratis
-
PUBG Mobile Terancam Diblokir Prabowo, Komdigi Minta Game Online Patuh Aturan
-
Infinix XBOOK B14 Meluncur ke Indonesia, Laptop Tangguh dengan Sertifikasi Militer
-
Rincian Fitur Baru One UI 8 Samsung Galaxy A56, Ada AI Image Generator Nano Banana
-
Misteri Abad ke-20 Terpecahkan: Lubang Aneh di Peru Diduga sebagai Pasar Kuno
-
23 Kode Redeem FC Mobile 11 November 2025 Lengkap dengan Panduan Farm Gems dan Pemain OVR 113
-
31 Kode Redeem FF 11 November 2025, Skin Halloween Masih Tersedia Hingga Hadiah Baru
-
Layar Ponsel Tiba-Tiba Hitam Tapi Masih Menyala? Ini 10 Cara Memperbaikinya Sendiri
-
Penelitian Baru Ungkap Rahasia di Balik Leher dan Kaki Panjang Jerapah