Suara.com - Sebagai negara penghasil minyak goreng sawit terbesar dunia, Indonesia mengalami ironi alami kenaikan dan minyak goreng kemasan langka di pasaran, yang alhasil membuat keluarga banyak menjerit.
Menariknya setelah Presiden Jokowi menghapus aturan harga eceran tertinggi atau HET minyak goreng kemasan di pasaran, stoknya jutsu melimpah di pasaran tapi harganya langsung melonjak drastis.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi produksi minyak goreng sawit di Indonesia? Apa penyebab harga minyak mahal di pasaran? Lalu apakah ada alternatif minyak lain, selain penggunaan minyak kelapa sawit untuk kebutuhan di pasaran?
Beberapa waktu lalu Suara.com berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan tim peneliti di Balai Penelitian Tanaman Palma Kementerian Pertanian (Balit Palma Kementan) yang berlokasi di Manado, Sulawesi Utara, khususnya berbincang dengan Peneliti Utama, Barlina Rindengan untuk membahas masalah minyak goreng ini.
Berikut petikan perbincangan dengan Barlina yang ditulis ulang dalam wawancara tanya jawab:
Kelangkaan minyak goreng di pasaran, apakah disebabkan dari produksinya yang menurun di dalam negeri, apalagi Indonesia jadi salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar dunia?
Jadi sebenarnya untuk produksi sawit kita sebetulnya berlebih untuk kebutuhan dalam negeri.
Kalau masalah langka, ini terkendala distribusi. Kalau dari sisi produksi kebutuhan minyak dalam negeri kita berlebih, kita kurang tahu untuk distribusinya. Kalau dari sisi produsen nggak ada masalah. Kan ada 165 pabrik sawit di Indonesia.
Karena minyak goreng kemasan dari sawit kini harganya melonjak drastis, sehingga keluarga Indonesia sulit untuk memasak. Sebenarnya ada nggak sih bu, alternatif minyak lain yang bisa digunakan?
Baca Juga: Megawati Beri Saran Makanan Direbus, Emak-emak: Masalahnya Bukan Itu, Kenapa Minyak Goreng Mahal Bu!
Jadi kalau mau pilih minyak sayur lain, kita awalnya konsumsi minyak goreng dari kelapa, bukan sawit. Tapi itu tahun 1990-an. Setelah itu orang mulai terbiasa dengan minyak sawit.
Tapi dari segi harga memang untuk saat ini minyak kelapa mahal, dibandingkan sawit yang hanya Rp14 ribu.
Apalagi memang minyak kelapa cocok untuk menggoreng, karena asam lemak jenuhnya tinggi, jadi tidak mudah oksidasi, hanya saja masyarakat lebih pilih murah daripada sehat.
Cari yang murah, bukan cari yang bisa menopang dia setelah mengonsumsi.
Jadi kalau mau dibilang alternatif lain sebenarnya ada. Jadi kelapa itu tersebar di seluruh Indonesia, kalau sawit ada di provinsi tertentu saja.
Kalau kelapa di setiap desa pasti ada, ketika setiap desa membuat kelompok untuk mengolah jadi minyak goreng, mengatasi kelangkaan minyak goreng sekarang, itu pasti bisa kalau ada kemauan.
Hanya saja konsumen Indonesia inginnya yang sudah ada, nggak mau bersusah-susah produksi sendiri.
Padahal kalau kita kembali ke tahun 90-an kita membuat minyak goreng dari kelapa sendiri, bukan dari sawit, karena belum ada waktu itu, masih baru berkembang.
Kalau minyak lain dari Barat, seperti minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, itu tidak cocok untuk menggoreng karena asam lemak tak jenuhnya tinggi, cepat sekali oksidasi, sehingga hanya cocok untuk menumis.
Jadi ketika buat tumisan sebentar saja di wajannya, sedangkan kalau menggoreng berjam-jam. Kalau pakai minyak goreng yang asam lemak jenuh tinggi, sudah terjadi oksidasi yang menimbulkan banyak radikal bebas, menyebabkan kanker.
Alternatif ada tapi mahal, sementara konsumen tidak mau yang mahal, maunya yang murah karena subsidi, mungkin.
Jika minyak kelapa bisa jadi alternatif, maka ideal minyak goreng kelapa dan sawit bisa digunakan untuk menggoreng berapa kali?
Sebenarnya tergantung dari bahan kita menggoreng. Kalau kita menggoreng ikan, walau pakai minyak kelapa, itu cepat sekali menjadi coklat, karena komposisi bahan pangan terurai di dalam minyak, akhirnya minyak jadi coklat.
Tapi kalau goreng keripik atau kentang, sampai 3 hingga 4 kali dipakai masih bagus.
Itu minyak kelapa, karena memang asam lemak jenuhnya tinggi tahan oksidasi, dibanding minyak yang asam lemak tak jenuh tinggi.
Tapi sekarang orang bilang asam lemak jenuh tinggi sebabkan kolesterol, kita lihat dulu asam lemak jenuh yang mana, kalau di kelapa kan tergolong medium dia.
Sedangkan minyak sawit asam lemak tak jenuhnya lebih tinggi dibanding minyak kelapa.
Akibat langka dan mahalnya minyak goreng kemasan sawit, banyak masyarakat yang beralih menggunakan minyak curah. Sebenarnya apa sih bu, perbedaan minyak curah dan minyak kemasan dari pabrik?
Bedanya cuma di berapa kali penyaringan aja, kalau minyak curah cuma 1 kali penyaringan, kalau minyak kemasan itu sampai 2 kali penyaringan jadi lebih bening.
Minyak lebih bening ini, tidak kemerahan ini, apakah mempengaruhi nutrisinya?
Kalau minyak sawit banyak karoten, yang agak merah-merah, sebenarnya kalau dalam kesehatan karoten itu penting, jadi kalau ada merah-merahnya atau agak coklat sebenarnya lebih sehat.
Karoten jadi cikal bakal vitamin A, jadi kalau orang mengerti pakai minyak yang agak merah-merah juga nggak apa-apa, karena dia ada banyak pro vitamin A.
Akibat harganya yang mahal, banyak pemalsuan minyak goreng curah. Sebenarnya ada nggak sih, ciri khusus minyak goreng yang dioplos atau minyak goreng yang dipalsukan?
Kalau dicampur dengan air tidak bisa menyatu dengan minyak, kecuali kalau airnya pakai pewarna. Tapi ini kan artinya harus pakai pewarna yang banyak, dia perlu berapa banyak pewarnanya tuh.
Katanya minyak goreng bisa digunakan beberapa kali untuk menggoreng, ada tips untuk menyimpannya nggak?
Untuk penggunaan berikutnya kita harus saring dulu, karena bahan pangannya larut di minyak harus disaring, didinginkan di botol yang ada penutupnya tertutup, agar tidak ada kontak dengan udara langsung.
Ini penting, karena minyak goreng juga menyerap uap air, dan bisa membuatnya lebih cepat teroksidasi dan uap airnya meningkat.
Makanya kalau disimpan dan ditutup rapat, masih baik untuk digunakan. Tapi jika tidak tertutup rapat maka akan meningkatkan kadar air dan asam lemak bebas.
Ada yang menganggap, kualitas minyak goreng di Indonesia lebih buruk dari minyak luar negeri seperti yang digunakan di Eropa, benar nggak sih bu?
Mungkin konsumen yang terlalu menganggap produk luar negeri dianggap paling baik, selama ini. Padahal kayak jeans, buatan Bandung dikirim ke Amerika, tapi dikirim lagi ke Indonesia.
Anggapnya dari Amerika padahal produknya lebih baik dari Indonesia, orang memilih dari yang luar negeri padahal sama kualitasnya, dan begitulah konsumen kita.
Buat saya dari dulu untuk menggoreng pilih minyak goreng kelapa, dan minyak yang beredar di Indonesia sudah SNI serta tidak kalah dengan minyak di luar.
Benar nggak sih Indonesia negara terbesar dunia sebagai produsen minyak goreng sawit?
Kalau sawit iya, kita yang terbesar sekarang ini jumlah produksinya 49 juta ton sawit, kalau kelapa sudah Filipina yang produksi minyak kelapa terbesar
Sama nggak seperti konsumen kelapa sawit, kita juga yang terbesar?
Iya nomor 1, produksi nomor 1, konsumsinya nomor 1, apalagi dengan G20 akan lebih banyak konsumsi kita nanti.
Tadi ibu bilang kalau minyak goreng kelapa bisa kita bikin sendiri di rumah tanpa alat yang rumit, bisa dibagikan nggak bu, tips cara membuatnya?
Caranya gampang, tinggal ambil aja kelapa tua yang ada di depan rumah kalau punya pohonnya. Lalu kelapa ini diparut, setelah diparut dijadikan air santan.
Air santan ini kemudian dipanaskan di atas penggorengan, lalu aduk perlahan, hingga air menguap dan tersisa ampas dan minyak. Minyak inilah yang disebut minyak kelapa dan bisa digunakan untuk menggoreng atau keperluan masak lainnya.
Berita Terkait
-
Minyak Goreng Subsidi Pemerintah Sulit Ditemukan, Pedagang: Kami Tidak Tahu Disalurkan ke Siapa
-
Singgung Soal Mafia Minyak Goreng, Dedi Mulyadi: Siapa Pelakunya, Publik Harus Tahu
-
Krisdayanti Bantah Anggota DPR Dapat Jatah Minyak Goreng
-
Megawati Beri Saran Makanan Direbus, Emak-emak: Masalahnya Bukan Itu, Kenapa Minyak Goreng Mahal Bu!
-
Polisi Bakal Selidiki Maraknya Penjualan Minyak Goreng Secara Online di Probolinggo: Kita Akan Cek..!
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
3 Catatan Menarik Liverpool Tumbangkan Everton: Start Sempurna The Reds
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
Terkini
-
Reski Damayanti: Mengorkestrasi Aliansi dalam Perang Melawan Industri Scam
-
Andi Fahrurrozi: Engineer Dibajak Timur Tengah saat Bisnis Bengkel Pesawat Sedang Cuan
-
Dewa Made Susila: Pasar Otomotif Sudah Jenuh, Saatnya Diversifikasi
-
Wawancara Khusus Jenderal Dudung: Buka-Bukaan Kontroversi KPR Prajurit TNI AD Rp586,5 Miliar
-
Nirwala Dwi Heryanto: Orang yang Jatuh Cinta Paling Mudah Kena Penipuan Mengatasnamakan Bea Cukai
-
Penuh Tantangan, Ketua KPU Beberkan Dinamika Pemilu 2024 hingga Polemik Pengadaan Private Jet
-
Wawancara Eksklusif: Bro Ron Lawan Kaesang dengan Politik 'Akar Rumput', Bukan Modal Duit
-
SVP Bullion Business BSI: Emas Tak Lagi Harus Disimpan di Rumah
-
Eksklusif: Duta Besar Iran Bicara Gencatan Senjata, Serangan Balasan, dan Masa Depan Konflik
-
Wawancara Eksklusif: Sandyawan Bongkar Rekomendasi TGPF yang Diabaikan Negara