Suara.com - Harga minyak dunia turun pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena dolar yang lebih kuat memperlemah sentimen pasar, membuat minyak yang dihargakan dalam dolar kurang menarik bagi pemegang mata uang lainnya.
Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober kehilangan 0,63 dolar AS menjadi menetap di 46,35 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober berkurang 0,89 dolar AS menjadi ditutup pada 48,37 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya pada Selasa karena komentar-komentar "hawkish" terbaru dari pejabat-pejabat Federal Reserve meningkatkan ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga pada akhir tahun.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,56 persen menjadi 96,116 pada akhir perdagangan, level tertinggi dalam tiga minggu.
Harga minyak juga mengalami penurunan di tengah kekhawatiran pasar atas meningkatnya produksi minyak mentah Timur Tengah.
Irak, yang telah mengekspor lebih banyak minyak mentah dari pelabuhan-pelabuhan selatan pada Agustus, akan terus meningkatkan produksinya, menteri minyak negara itu mengatakan pada Sabtu (27/8/2016). Sementara itu, seorang pejabat Iran dilaporkan mengatakan bahwa negaranya berencana untuk meningkatkan produksi.
Perkembangan tersebut menambah kekhawatiran bahwa pertemuan informal produsen-produsen OPEC bersama-sama dengan Rusia pada bulan depan mungkin tidak akan menghasilkan harga yang lebih kuat.
Harga minyak telah reli pada Agustus di tengah harapan bahwa Rusia dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak akan menyetujui pembatasan produksi ketika mereka bertemu di Aljazair pada 26-28 September.
Kantor berita resmi Iran IRNA melaporkan pada Selasa bahwa Menteri Perminyakan Bijan Zangeneh mengatakan bahwa negaranya berencana untuk meningkatkan produksi dalam rangka mendapatkan kembali pangsa pasarnya yang hilang selama negaranya berada di bawah sanksi internasional.
Iran telah berupaya untuk meningkatkan produksinya di atas empat juta barel per hari sejak pencabutan sanksi internasional awal tahun ini. Iran saat ini memproduksi 3,8 juta barel per hari, menurut laporan tersebut. (Antara/Xinhua)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Kuartal Panas Crypto 2025: Lonjakan Volume, Arus Institusional dan Minat Baru Investor
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing