Suara.com - Aksi demonstrasi buruh dinilai bisa menjadi salah satu penyebab menurunnya kinerja industri, terutama industri manufaktur yang padat karya.
Hal tersebut disampaikan Head of the Department of Economics Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri seperti dilansir Antara pada Kamis (3/10/2019).
Dia menilai aksi demonstrasi buruh dapat menjadi salah satu penyebab menurunnya kinerja industri, khususnya industri manufaktur yang padat karya.
"Harus saling memahami antara buruh dengan perusahaan. Aksi demo akan mengganggu karena otomatis produksi terhenti jika pekerjanya tidak aktif," ujarnya.
Selanjutnya, jika aksi demo buruh berkepanjangan bisa memicu hengkangnya investor asing dari Indonesia, karena iklim usaha yang kurang kondusif, ditambah lagi ekonomi dunia yang sedang lesu.
Menurut dia, aksi demonstrasi buruh juga dapat membuat pelaku usaha enggan ekspansi karena aturan yang kurang kompetitif dengan negara tetangga.
"Undang-undang tenaga kerja di Indonesia sering dianggap pelaku dunia usaha terlalu restriktif atau mengikat, tidak fleksibel. Di Asia Tenggara, peraturan tenaga kerja Indonesia menjadi yang tidak fleksibel," katanya.
Ia mengemukakan indikator fleksibel itu, di antaranya mencakup upah minimum hingga beban perusahaan mengenai pesangon.
Menurut dia, diterbitkannya PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan merupakan salah satu respon pemerintah kepada pelaku usaha agar industri tetap berjalan.
Baca Juga: Aksi Buruh Selesai, Petugas Kebersihan Sebut Sampah Lebih Sedikit
"Pemerintah mencoba untuk menjaga keseimbangan soal upah melalui PP nomor 78, namun itu yang kemudian ditolak oleh para buruh," katanya.
Terdapat tiga tuntutan yang dilayangkan buruh, yakni menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meminta revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan, serta menolak rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Pemerintah mau fokus di mana, apakah ingin membuka lapangan pekerjaan yang baru atau mau melindungi orang yang sudah bekerja, karena undang-undang yang restriktif yang menguntungkan pekerja sering sekali tidak kondusif untuk menciptakan lapangan pekerjaan," katanya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
Pelindo Gelar Live ISPS Code di Celukan Bawang untuk Antisipasi Narkoba hingga Cyber Attack
-
Mentan Amran Lepas 207 Truk Logistik ke Sumatra, Angkut Migor, Susu Hingga Beras
-
Pertamina: Operasional SPBU Bertahap Mulai Normal Pascabencana di Sumatera
-
Kriteria yang Tidak Layak Menerima Bantuan Meski Terdaftar di DTSEN
-
Dana P2P Lending PT Dana Syariah Indonesia Cuma 0,2 Persen, Tata Kola Semrawut?
-
Diversifikasi Bisa Jadi Solusi Ketahanan Pangan, Kurangi Ketergantungan Luar Daerah
-
Dasco Bocorkan Pesan Presiden Prabowo: Soal UMP 2026, Serahkan pada Saya
-
Pertamina Pasok 100.000 Barel BBM untuk SPBU Shell
-
Bitcoin Banyak Dipakai Pembayaran Global, Kalahkan Mastercard dan Visa
-
Purbaya Mau Ubah Skema Distribusi Subsidi, Ini kata ESDM