Suara.com - Teknologi informasi dan komunikasi atau digitalisasi merupakan tulang punggung bagi umat manusia dalam menjalani new normal.
Untuk itu, perlu legislasi yang dipatuhi seluruh penyedia layanan informasi dan komunikasi berbasis Internet tanpa terkecuali, baik lokal maupun asing.
"Tidak perlu menunggu terjadinya kerusuhan sosial dan penjarahan yang sangat eskalatif, seperti di AS yang awalnya dari konten yang tidak layak diviralkan secara masif melalui aplikasi video di media sosial," ungkap Danrivanto Budhijanto, Pakar Kebijakan dan Legislasi Teknologi Informasi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) ditulis Selasa (9/6/2020).
New normal, lanjut Danrivanto, harus tetap mengedepankan keselamatan dan kesehatan seseorang.
"Normal baru adalah infrastruktur pemulihan ekonomi dan sosial, namun tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan personal dengan berbasis virtual," tuturnya.
Dia menegaskan seharusnya legislasi penyiaran, film, periklanan nasional bisa diberlakukan kepada penyedia aplikasi layanan penyiaran video streaming tanpa terkecuali, sehingga seluruh konten yang tersaji bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Namun, Ketua Departemen Hukum Teknologi Informasi-Komunikasi dan Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Unpad ini menilai, kebijakan dan legislasi tidak berlaku dengan proporsional bagi para penyedia aplikasi layanan film atau video virtual tersebut, termasuk over the top (OTT).
Status sebagai penyedia layanan Internet kerap menjadi justifikasi pamungkas untuk imunitas pematuhan legislasi penyiaran, film, periklanan di Indonesia.
Menyoroti pentingnya legislasi nasional atas penyiaran berbasis Internet tersebut, Danrivanto mencontohkan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 telah sanggup menerapkan 'pajak virtual' kepada para penyedia platform marketplace maupun aplikasi media sosial yang akan berlaku mulai bulan depan.
Baca Juga: Kasus Blokir Internet Papua, Warga Terdampak Bisa Tuntut Jokowi Ganti Rugi
Pengenaan pajak itu, kata Danrivanto, menunjukkan telah terjadi kesetaraan proporsional dengan pelaku ekonomi digital nasional.
"New normal adalah perwujudan ‘data as a new oil’. Tanpa pematuhan terhadap legislasi nasional oleh para pelaku ekonomi digital, ketahanan ekonomi menjadi terancam,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Bukan Sekadar Bazaar, PNM Hadirkan Ruang Tumbuh dan Silaturahmi UMKM di PFL 2025
-
Perkuat Sport Tourism dan Ekonomi Lokal, BRI Dukung Indonesia Mendunia Melalui MotoGP Mandalika 2025
-
BRI Dorong UMKM Kuliner Padang Perkuat Branding dan Tembus Pasar Global Lewat Program Pengusaha Muda
-
Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia Masih Stagnan, BSI Genjot Digitalisasi
-
Bank Mega Syariah Bidik Target Penjualan Wakaf Investasi Senilai Rp 15 Miliar
-
Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
-
Saham Bank Lapis Dua Kompak Rontok, Maybank Indonesia Ambles Paling Dalam
-
OJK Minta Generasi Muda Jangan Awali Investasi Saham dari Utang
-
Daftar Harga Emas Antam Hari Ini, Naik Apa Turun?
-
Aliran Modal Asing yang Hengkang dari Pasar Keuangan Indonesia Tembus Rp 9,76 Triliun