Suara.com - Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia terbukti membawa dampak besar terhadap dunia usaha seiring dengan kebijakan lockdown yang diambil oleh sejumlah negara.
Meski begitu Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana menatap optimisme sektor perbankan dalam menghadapi pandemi.
Heru menuturkan, kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) memang naik saat pandemi namun dari segi recovery rate masih cukup aman.
"Dalam pantauan kami memang secara NPL (Non Performing Loan/raso kredit bermasalah) sudah mulai ada sedikit kenaikan, yaitu dari 2,77 persen pada bulan sebelumnya menjadi 2,89 persen pada posisi saat ini. Namun dari segi recovery rate (kemampuan pemulihan) masih sangat aman, yaitu mencapai 212,05 persen,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Dengan angka recovery rate perbankan nasional yang demikian sehat, Heru mengajak semua pihak untuk tidak panik dalam menghadapi pandemi COVID19 ke depan.
Meski juga kewaspadaan memang tetap harus dijaga agar tidak sampai lengah ketika terjadi sesuatu yang perlu penanganan lebih lanjut.
“Dalam hal ini pemerintah melalui OJK telah menyiapkan berbagai langkah yang bisa ditempuh sesuai dengan perkembangan yang nantinya terjadi di pasar. Paket relaksasi tahap pertama telah dijalankan lewat POK Nomor 11. Bila memang diperlukan, paket-paket (relaksasi) lanjutan juga sudah siap (dijalankan),” tutur Heru.
Sejauh ini, menurut Heru, pihaknya telah menyediakan berbagai opsi restrukturisasi kredit yang bisa dijalankan oleh perbankan terhadap nasabah kreditnya yang sedang bermasalah.
Beberapa opsi tersebut diantaranya pengembalian posisi bunga ke pokok, penyesuaian jangka waktu kredit, penambahan fasilitas hingga konversi nilai kredit ke penyertaan modal sementara.
Baca Juga: Ekonom Senior Indef Kritik Kinerja OJK soal Pengawasan Jiwasraya
“Semua opsi itu kami serahkan sepenuhnya ke masing-masing banknya. Ke masing-masing lembaga pembiayaannya, agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik nasabah kreditnya masing-masing,” papar Heru.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, menyatakan bahwa persoalan likuiditas menjadi hal krusial yang harus benar-benar dijaga guna menyelamatkan industri perbankan dan bahkan perekonomian nasional.
Sebagai sesama pelaku usaha, Jahja juga mengajak seluruh bank yang ada di Indonesia untuk lebih mengutamakan likuiditas dibanding profitabilitas perusahaan untuk kondisi saat ini.
“Kita bisa banyak belajar dari krisis yang terjadi saat 1998 dulu, di mana perekonomian babak-belur gara-gara likuiditas yang tidak tersedia di pasar. Saya ingat betul, sekitar setahun sebelumnya, hampir kita semua sangat yakin bahwa gelombang krisis tidak akan sampai ke Indonesia karena nilai tukar kita saat itu sangat kuat. Dollar di kisaran Rp 2.000an. Tapi ketika melonjak drastis hingga Rp 15.000an per dolar, otomatis likuiditas kita terkuras,” ujar Jahja.
Dikisahkannya, periode awal krisis masuk Indonesia diawali dengan ditutupnya 16 bank-bank kecil. Karena saat itu belum ada sistem penjaminan yang saat ini diperankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maka sontak penutupan bank sebanyak itu membuat masyarakat panik.
Penarikan uang secara besar-besaran terjadi, sehingga makin membuat likuiditas yang tersedia menjadi sangat terbatas.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Pemerintah Akui Harga Cabai Rawit Masih Tinggi di Nataru, Tembus Rp 60.000 per Kg
-
Pengisian Baterai Kendaraan Listrik Meningkat Hampir Tiga Kali Lipat pada Nataru 2025/2026
-
Insentif Kendaraan Listrik Dihentikan, Untung atau Buntung?
-
Ingin Kuliah Singkat dan Siap Berkarier? Simak Cara Bergabung di Universitas Nusa Mandiri 2026
-
Cek Jembatan Kembar Margayasa Pascabencana, Kementerian PU Bakal Perkuat Tebing Batang Anai
-
Kemenkeu Ungkap Setoran Pajak Digital Tembus Rp 44,55 Triliun per November 2025
-
Bali Katanya Sepi, Tapi Kemenhub Ungkap Jumlah Penumpang Naik
-
Purbaya Resmi Tarik Pajak dari Pelanggan ChatGPT RI
-
Nadi Logistik Pulih! Jalur Khusus Bireuen Aceh Utara Kembali Terhubung, Ekonomi Lintas Timur Bangkit
-
Update Harga Pangan 29 Desember: Bawang, Cabai, Hingga Beras Kompak Turun