Suara.com - Seorang bayi di negara bagian Odisha, India, dijual oleh orang tuanya seharga Rp 2,9 juta diduga karena terejerat kemiskinan.
Menyadur Hindustan Times, polisi berhasil menyelamatkan seorang bayi berusia satu bulan dari pasangan yang diduga membelinya dari pasangan miskin seharga 15.000 rupee atau sekitar (Rp 2,9 juta).
Menyusul keluhan dari LSM Childline di Sambalpur, petugas dari kantor polisi Charmal di distrik tersebut menahan pasangan dari desa Kusapali di Sambalpur yang telah membeli bayi tersebut dari pasangan yang berasal dari desa Keutibahal di bawah wilayah kantor polisi Charmal.
"Tuduhan penjualan itu terungkap setelah ASHA lokal dan pekerja anganwadi melapor ke Childline. Kami menduga bahwa orang tua bayi yang telah memiliki lima anak tersebut mungkin telah menjualnya karena kemiskinan. Kami telah menahan pasangan yang membeli bayi itu dan telah mengajukan kasus terkait hal ini," jelas Basant Dalei, inspektur penanggung jawab Kepolisian Charmal.
"Saat pemeriksaan, kami menelusuri ibu dari anak tersebut yang kemudian mengungkap nama-nama pembelinya. Penjualan tersebut dilakukan melalui pernyataan tertulis yang diaktakan secara ilegal." sambungnya.
Kisah penjualan anak tidak jarang terjadi di Odisha, yang pernah terkenal karena kemiskinannya pada tahun 80-an hingga 90-an.
Distrik Odisha Barat seperti Kalahandi dan Bolangir penuh dengan kasus penjualan anak. Pada tahun 1985, penjualan gadis suku Banita berusia 2 tahun kepada seorang pria buta hanya seharga 40 rupee (Rp 7.900) oleh saudara iparnya, Phanas Punji, membuat kemiskinan di negara bagian tersebut menjadi pusat perhatian.
Meskipun pendapatan per kapita Odisha telah melonjak dari sebelumnya pada 1999-2000 menjadi 1,01 lakh rupee (Rp 20 juta) pada 2019-2020, kasus penjualan anak masih terus bergulir.
Awal bulan ini, seorang balita di distrik Cuttack dijual oleh orang tuanya yang miskin kepada pasangan di distrik tetangga Kendrapara.
Baca Juga: AS-India Sepakati Pakta Pertahanan untuk Berbagi Data Satelit Sensitif
Pada bulan yang sama, sepasang suami istri di distrik Malkangiri menjual putra mereka yang berusia 9 tahun kepada tetangga karena mereka ingin menikah lagi dan bocah itu menghalangi rencana mereka.
Bocah tersebut kemudian diselamatkan oleh pemerintah setelah keluarga barunya mengeluarkannya dari sekolah dan memaksa untuk bekerja sebagai gembala sapi.
Pada bulan September 2019, orang tua di kota pesisir Balasore menjual bayi mereka yang berusia tujuh hari seharga 20.000 rupee (Rp 3,9 juta) karena dilanda kemiskinan. Bayi tersebut adalah anak ketujuh mereka.
Pada Agustus 2017, di kabupaten Kendrapara seorang bayi perempuan yang baru lahir dijual seharga 7.500 rupee (Rp 1,4 juta) untuk melunasi tagihan rumah sakit orang tuanya.
Kepala Jurusan Ekonomi Universitas Sambalpur, Sanjukta Das mengatakan kenaikan pendapatan per kapita atau kenaikan PDB tidak ada hubungannya dengan pengurangan kemiskinan.
"Perekonomian secara keseluruhan pasti tumbuh tetapi tidak melibatkan banyak orang, terutama Dalit dan suku Gram Sabhas dan palli sabhas telah gagal memperkuat suara orang miskin di desa-desa India," buka Sanjukta Das.
"Selama pandemi Covid-19, kesulitan ekonomi pasti meningkat dan memaksa masyarakat miskin mengambil langkah ekstrem seperti menjual anak atau bahkan mengakhiri hidup mereka." sambungnya.
Mengutip sebuah studi oleh Direktorat Ekonomi pemerintah Odisha pada 2017-18, aktivis sosial Ranjan Panda mengatakan Sambalpur bersama dengan 7 kabupaten lainnya memiliki kasus kemiskinan lebih parah daripada di seluruh negara bagian.
"Pertumbuhan PDB tidak berarti pertumbuhan yang adil. Jika Anda melihat statistik, Anda akan melihat Odisha telah menurunkan tingkat kemiskinan dari 57 persen pada tahun 2004 menjadi 32,6 pada tahun 2011 sementara produksi biji-bijian pangan telah meningkat dua kali lipat pada periode yang sama. Tapi apakah itu membantu orang miskin menjalani kehidupan yang lebih baik? Saya kira tidak. Saya tidak terkejut dengan kasus penjualan anak karena pandemi pasti telah melanda beberapa keluarga miskin. Model mengejar pertumbuhan PDB saat ini hanya akan membawa malapetaka bagi kita," kata Panda.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
- Buktinya Kuat, Pratama Arhan dan Azizah Salsha Rujuk?
Pilihan
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
-
Waktu Rujuk Hampir Habis! Jumat Minggu Depan Pratama Arhan Harus Ikrar Talak ke Azizah Salsha
-
Nadiem Makarim Jadi Menteri Ke-7 Era Jokowi yang Jadi Tersangka Korupsi, Siapa Aja Pendahulunya?
Terkini
-
10 Warna Cat Rumah Sejuk dan Terang yang Cocok untuk Segala Gaya Hunian
-
Jangan Ketinggalan! LOTTE Grosir Gelar Promo SERBA MURAH
-
Kuras Anggaran Rp4,1 Triliun, WSKT Ungkap Progres Proyek LRT Jakarta Fase 1B
-
Link Saldo DANA Kaget Untuk Long Weekend, Segera Klaim Sebelum Diburu
-
Malam Minggu Ceria: Rebutan DANA Kaget Hingga Rp249 Ribu! Siapa Cepat Dia Dapat
-
Rezeki Akhir Pekan: 3 Link Saldo DANA Kaget Siap Diklaim, Berpeluang Dapat Rp245 Ribu!
-
5 Pilihan Cat Genteng Anti Sinar UV, Bikin Atap Rumah Awet dan Sejuk!
-
Transmart Hadirkan Promo Paket Super Hemat yang Bikin Dompet Tersenyum Lebar!
-
Cara Menghitung Biaya Renovasi Rumah Agar Tidak Over Budget
-
Perbedaan Rumah Subsidi dan Rumah Komersil, Ternyata Beda Banget