Suara.com - Fenomena seorang single parent kerap dijumpai dimanapun, bahkan di beberapa kota besar, tak kecuali DKI Jakarta. Faktanya, perjuangan mereka untuk mengarungi hidup begitu berat.
Kondisi tersebut yang dialami Riani Dwi Kartika. Ria-begitu sapaanya- memiliki tugas sebagai orang tua yang merangkap peran ayah dan ibu.
Suara.com berkesempatan mewawancarai Ria di kediamannya, Jalan Kampung Jawa Kebon Sayur, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Sabtu (28/11/2020).
Ria menceritakan, memiliki dua anak yang masing-masing masih balita, yakni anak pertama bernama Raka (3), kedua bernama Fahira (2).
Kedua putra dan putri itu yang membuat Ria hingga kini masih tetap semangat berjuang untuk membesarkan, mendidik hingga menjaga kesehatan si buah hatinya.
"Single parent itu sebenarnya berat dirasakan. Tapi ketika selalu lihat mereka buah hati saya, ada rasa untuk tetap tegar bertahan dan berjuang untuk mereka," ujarnya memulai bincang-bincang.
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ria mendapat penghasilan utamanya dari profesi sebagai driver online sepeda motor alias ojek online.
Sadar hanya tamatan SMA, pekerjaan itu pun dilakoni agar bisa bertahan hidup bersama kedua anaknya. Bahkan terkadang wanita 24 tahun itu menyambi bantu-bantu di warung makan.
"Saya mah enggak malu meski cewek jadi ojol (ojek online). Kadang di hari tertentu dari pagi sampai siang itu bantu-bantu di warung makan, lumayan dapat upahnya," ungkapnya.
Baca Juga: Radang Usus, Lutfi Andalkan BPJS Kesehatan untuk Kembali Sehat
"Semua itu saya lakukan untuk Raka dan Fahira. Di usia mereka kebutuhannya cukup banyak, mulai dari susu formula, makanannya, sampai jajannya mereka," tandasnya.
Semua itu, Ria menyebutkan, bisa dipenuhi dengan cara kerja keras, dari pagi hingga malam. Sebab, dia tidak bisa mengandalkan orang tuanya, apalagi mendiang suaminya.
Ria tak mau menyusahkan kedua orang tuanya yang hidupnya juga serba pas-pasan. Sementara mantan suaminya itu telah meninggal dunia sejak 2018 lalu.
"Sejak mengandung anak kedua, dia (suami) sudah tiada (meninggal) karena paru-paru. Jadi, biaya kebutuhan apapun hasil kerja keras sendiri," tuturnya.
Bahkan, ironisnya sejak sang suami masih hidup, Ria sudah memulai kerja keras guna menghidupi keluarga. Itu karena suami tidak memungkinkan untuk memberikan nafkah.
"Dia dulu kerjanya serabutan. Kadang sudah bekerja bisa kasih uang, eh enggak lama menganggur. Akhirnya saya juga ikut bantu kerja," sebutnya.
Parahnya, kondisi yang memilukan hati saat Ria sedang proses persalinan anak pertamanya. Dia terpaksa harus melahirkan dengan operasi caesar atau prosedur medis mengeluarkan bayi melalui sayatan pada perut.
Dalam kondisi itu, sang suami tidak ditempat menemani, bahkan sama sekali tidak mengeluarkan uang untuk kebutuhan itu.
"Saya enggak tahu lagi saat itu mau ngomong apa lagi sama dia. Sudah di telepon tapi tidak aktif-aktif ponselnya," paparnya.
Beruntungnya, Ria sudah sempat memiliki kartu BPJS melalui program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari pemerintah. Dengan itu, operasi caesar dilakukan dengan gratis.
"Kalau tidak ada kartu KIS dari BPJS Kesehatan saya tidak sanggup untuk bayar operasi caesarnya. Karena keluarga saya yang mendampingi sempat diminta Rp 30 juta untuk tindakan itu," imbuhnya.
"Kaget mendengar nominal itu, akhirnya saya ingat punya KIS dari pemerintah dan langsung orang tua memberikan itu kepada petugas administrasi," sambungnya.
Situasi tersebut dialami Ria saat melakukan persalinan anak kedua. Proses persalinan dengan operasi caesar kembali dilakukan gratis.
"Anak kedua juga dengan operasi caesar, karena sudah dari awalnya di anak pertama bukan melahirkan normal. Tapi karena adanya KIS bersyukur tidak mengeluarkan uang puluhan juta," tandasnya.
Hingga suaminya telah tiada, Ria menuturkan, untuk berobat kedua anaknya jika sakit menggunakan KIS dari pemerintah.
"Adanya KIS ini bukan hanya saya, anak kalau sakit berobat gratis, baik ke puskesmas maupun rumah sakit," paparnya.
Kondisi tersebut terus dijalani Ridwan. Hingga bulan Oktober 2016, Ridwan mengalami anfal dan harus dilarikan ke rumah sakit.
"Saya masuk rumah sakit dirawat dan dokter bilang sudah tidak ada jalan lain selain operasi. Karena jantung saya semakin parah, akibat saya masih suka merokok," tandasnya.
"Namun, dokter berikan saya pilihan mau operasi pasang ring atau bypass. Akhirnya saya memilih untuk bypass yang operasinya mengambil pembulu darah di tubuh," sambungnya.
Sebelum dilakukan operasi, Ridwan menjalani perawatan lebih dulu di rumah sakit. Hal itu guna memeriksa kondisi kesehatan pada tubuhnya, mulai dari periksa gula darah, kolesterol dan lainnya.
"Sebelum operasi semuanya di cek, gula darah, kolesterol, paru-paru dan lainnya. Karena takutnya saya masih ada penyakit lainnya dan itu memungkinkan tidak bisa dilakukan bypass," ucapnya.
Selama sepuluh hari Ridwan dilakukan pemeriksaan kesehatan. Hingga hari yang terakhir dokter menyatakan tidak ada kendala untuk dilakukan operasi bypass.
"Saya di bius setengah sadar merasakan sentuhan dokter mengambil pembuluh darah. Dan alhamdulillah operasi berjalan lancar," imbuhnya.
Selepas operasi, Ridwan mengakui, masih harus menjalani perawatan di rumah sakit hingga dua minggu lamanya. Hal itu untuk memulihkan kondisi tubuh pasca operasi.
"Operasinya itu tujuh jam berlangsung. Setelah itu masih tetap dirawat sampai dua minggu untuk memulihkan pasca operasi. Totalnya itu satu bulan lebih saya di rumah sakit," tuturnya.
Beruntungnya, mulai dari masuk rumah sakit melakukan operasi hingga masa pemulihan tidak dikenakan biaya. Itu karena Ridwan memiliki kartu BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Pemerintah.
"Bersyukur ada BPJS biaya perawatan, operasi sampai obat-obatan tercover semuanya. Perhitungan saya operasi saja bisa Rp 100 juta-an, belum biaya rawat inap dan obat-obatan," paparnya.
"Meskipun sudah di operasi, saya tetap diminta dokter untuk meminum obat, tapi tidak sesering dulu. Namun obat itu diberikan gratis sampai sekarang," pangkasnya.
Berita Terkait
-
Derita Saraf Terjepit, Mahasiswa UNHAS ini Bersyukur Jadi Peserta JKN-KIS
-
Terbantu BPJS Kesehatan, Sidik dan Istrinya Kembali Jalani Hidup Normal
-
e-Dabu, Satu Aplikasi dari BPJS Kesehatan dengan Sejuta Manfaat
-
Kanker Darah Setahun, Ini Manfaat BPJS Kesehatan bagi Marliyah
-
Radang Usus, Lutfi Andalkan BPJS Kesehatan untuk Kembali Sehat
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Ratu Tisha Lengser: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar PSSI?
Terkini
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Naik Kelas Bersama BRI, UMKM Fashion Asal Bandung Ini Tembus Pasar Internasional
-
Apa Itu Co Living? Tren Gaya Hidup Baru Anak Muda
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
SPBU Swasta Beli BBM dari Pertamina, Simon: Kami Tak Cari Untung!
-
Jurus SIG Hadapi Persaingan: Integrasi ESG Demi Ciptakan Nilai Tambah Jangka Panjang
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
Kemenhub 'Gandeng' TRON: Kebut Elektrifikasi Angkutan Umum, Targetkan Udara Bersih dan Bebas Emisi!
-
Harris Arthur Resmi Pimpin IADIH, Siap Lawan Mafia Hukum!