Suara.com - Polemik impor beras yang dilakukan pemerintah menjadi sorotan publik. Pasalnya pemerintah berencana melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton ditengah panen raya musim tanam pertama tahun 2023.
Menanggapi hal tersebut, Syaiful Bahari, Pemerhati pertanian mengatakan, sebenarnya pemerintah di akhir 2022 sudah impor beras sebanyak 500 ribu ton untuk menutupi defisit Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang hanya tersisa 250 ribu ton, sedangkan menurut ketentuan batas minimal CBP di gudang Bulog harus ada 1 juta ton.
"Anehnya hampir setiap tahun pemerintah mengumumkan adanya surplus beras nasional sekitar 1,3 juta ton, bahkan Bapanas menyebutkan cadangan beras nasional mencapai 6 juta ton jika diproyeksikan produksi beras 31,68 juta ton," ujar Syaiful seperti dikutip, Selasa (11/4/2023).
Selanjutnya, kata Syaiful, jika angka di atas itu benar, maka seharusnya Indonesia tidak perlu mengimpor beras karena cadangan beras nasional termasuk CBP sudah cukup untuk menutupi konsumsi nasional.
"Tetapi kenapa mendadak impor dan menyatakan CBP tinggal 250 ribu ton di akhir tahun 2022? Kemana menghilangnya cadangan beras nasional yang selalu disampaikan pemerintah itu? Di sini mulai terlihat ada yang tidak sinkron antara ekspos data pemerintah yang disampaikan ke publik dengan kenyataan. Keberadaan cadangan beras nasional ini sangat penting sebagai instrumen pemerintah dalam menghadapi gagal panen, krisis pangan, dan kenaikan harga beras di konsumen," jelas dia.
Seharusnya, kata Syaiful, pemerintah berkata jujur menghadapi krisis beras saat ini, jangan ada yang ditutup-tutupi. Namun, sebelumnya di media baik Presiden Jokowi dan Menko Perekonomian Airlangga mengemukakan alasan impor karena Indonesia menghadapi iklim yang tidak menentu yaitu elnino.
"Alam yang selalu disalahkan karena memang tidak pernah bisa protes. Tetapi kalau ditarik akar permasalahannya memang sejak awal tata kelola beras nasional kita yang tidak beres. Sumber masalahnya dari hulu sampai hilir, di hulu mulai dari kelangkaan dan harga pupuk yang mahal, di hilirnya penggilingan padi rakyat dibiarkan mati tanpa ada perlindungan pemerintah. Sementara itu praktek konglomerasi beras dibiarkan sehingga Bulog sampai kesulitan menyerap beras lokal untuk stok CBP," imbuh dia.
Selanjutnya, kata Syaiful, apakah impor 2 juta ton bisa mengatasi persoalan defisit ketersediaan beras nasional? Mengacu kepada proyeksi hasil panen Gabah Kering Giling (GKG) di musim tanam I (Januari-April) yang dirilis Kementan adalah sebesar 19,61 juta ton dan produksi beras 11,29 juta ton.
Bahkan data yang dirilis BPS jauh lebih rendah yaitu 8,7 juta ton. Disusul dengan Musim Tanam (MT) II (Mei-Agustus) dengan asumsi rata-rata terjadi penurunan 25 persen, dengan produksi GKG sebesar 14,70 juta ton dan produksi beras diproyeksikan sebesar 7,35 juta ton. Terakhir, musim tanam III dengan asumsi produksi beras sejumlah 5,51 juta ton.
Baca Juga: Ciptakan Tata Kelola Pertanian Terbaik Lewat Manfaat Kartu Tani
"Jadi selama Januari-Desember 2023 diperkirakan produksi beras nasional hanya 24,15 juta ton, sementara konsumsi beras nasional 31 juta ton, artinya terjadi defisit 6,85 juta ton. Kita hanya berharap semoga panen di MT II dan MT III dapat mencukupi. Jika panen tidak sesuai harapan, rencana impor beras 2 juta ton tidak akan bisa menutupi defisit beras nasional," kata Syaiful.
Sementara itu, lanjut Syaiful, beban biaya konsumsi rakyat untuk beras semakin bertambah dengan kenaikan harga beras baik kelas medium maupun premium. Meskipun, kata Syaiful, Mendag mengatakan harga beras sudah mulai turun, namun, harga tersebut turun tipis setelah harga beras melambung tinggi dari tahun sebelumnya. Maka, Tidak bisa dipungkiri lagi dengan dikeluarkan Harga Eceran Tetap (HET) beras yang baru, pemerintah telah menetapkan kenaikan harga beras.
"Kalau rakyat ingin beras murah disuruh beli beras Bulog yang seharga Rp. 9.450, berapa jumlah beras Bulog yang beredar di pasaran? Dimana logika berpikirnya? Karena sebagian besar beras impor dipakai untuk menutupi program Bansos KPM sebanyak 21,3 juta. Sedangkan masyarakat di luar KPM harus membeli beras di pasar dan menanggung kenaikan harga beras," pungkas Syaiful.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi
-
Negara Hadir Lewat Koperasi: SPBUN Nelayan Tukak Sadai Resmi Dibangun
-
Kemenkop dan LPDB Koperasi Perkuat 300 Talenta PMO Kopdes Merah Putih
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar
-
Bahlil akan Pangkas Produksi Nikel, Harga di Dunia Langsung Naik
-
Bahlil Ungkap Update Terkini Pemulihan Jaringan Listrik Aceh: 4 Kabupaten Pemadaman Bergilir
-
Aturan UMP Baru, 5 Provinsi Luar Jawa Jadi Kandidat Gaji Tertinggi