Suara.com - Anggota Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam mendukung pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang membantah cadangan nikel Indonesia menipis. Sebab, belum ada kajian teknis untuk menyatakan cadangan nikel RI hanya cukup sampai 15 tahun.
Menurutnya, cadangan nikel Indonesia masih melimpah karena banyak yang belum di eksplorasi oleh pemerintah. Hal itu sekaligus mengklarifikasi pernyataan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahwa daya tahan cadangan nikel Indonesia hanya bertahan sampai 10-15 tahun ke depan adalah keliru.
“Nikel itu saat ini belum dilakukan yang namanya eksplorasi, karena izin yang dikeluarkan kan belum seluruhnya, banyak masih ada dan ini kan bisnis yang baru, jangan dibandingkan dengan batubara, sehingga belum bisa kita bilang apakah 15 tahun 10 tahun atau 50 tahun belum bisa, karena masih banyak yang dikelola,” kata Ridwan Hisjam kepada wartawan, Kamis (31/8).
Menurut politisi Partai Golkar ini, cadangan nikel yang saat ini sedang beroperasi hanya sebagian kecil di beberapa daerah, baik itu di Sulawesi, Kalimantan hingga Kepulauan Maluku Utara. Namun, daerah lain seperti di Kalimantan bagian lainnya hingga ke Papua belum beroperasi, hingga cadangan nikel Indonesia masih berlimpah.
“Iya karena lokasi yang dibuka itu kan baru sedikit, beda dengan batubara yang sudah berpuluh-puluh tahun. Jadi saya kira terlalu dini kalau kita mengatakan bahwa 15 tahun 10 tahun atau 50 tahun, belum bisa karena ini adalah baru dibuka dan izinnya pun masih belum banyak,” ucapnya.
Hisjam pun sepakat dengan pernyataan Menteri Bahlil Lahadalia bahwa nikel di daerah Papua masih melimpah dan belum dieksplorasi secara menyeluruh. Dewan Kehormatan Partai Golkar ini juga membandingkan nikel Papua dengan tambang emas Freeport Indonesia yang beroperasi sejak tahun 1967 hingga saat ini, dan cadangan emasnya belum habis.
“Sekarang Papua belum terbuka, bagaimana yang namanya Freeport aja mulai tahun 67 sampai sekarang masih belum bisa membuka yang namanya Papua, loh belum dia baru beberapa tempat di Grasberg, baru lokasi tambang yang begitu besar, jadi saya masih yakin bahwa cukup besar,” ungkapnya.
“Tetapi saya juga tidak bisa mengatakan bahwa lebih dari 50 tahun atau 20 tahun tidak bisa, jadi kita terlalu dini kalau kita mengatakan bahwa cadangan kita l tinggal sekian, datanya tidak jelas,” tambahnya.
Ridwan Hisjam menduga data yang dipaparkan oleh Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah itu adalah data yang bersumber dari izin yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.
Baca Juga: Bahlil Tak Percaya Cadangan Nikel RI Habis dalam 15 Tahun
“Kalau bilang 15 tahun itu mungkin data yang dia dapatkan dari (Kementerian ESDM) yang sudah sudah dikeluarkan izinnya. Kalimantan dan Sulawesi, kan yang lainnya belum,” jelasnya.
Untuk itu, Ridwan Hisjam memastikan Komisi VII DPR RI senapas dengan kebijakan Presiden Jokowi soal hilirisasi, dan kebijakan ini harus dilanjutkan oleh semua lapisan pemerintah dari pusat hingga daerah. Pasalnya, kebijakan hilirisasi ini sudah berlangsung sejak pemerintah Presiden Soeharto, namun belum secanggih saat ini.
“Kebijakan hilirisasi itu tidak bisa hanya sampai tingkat 1 tingkat 2 harus sampai tingkat akhir, seperti pada waktu kemarin dua hari yang lalu saya RDP (rapat dengar pendapat) dengan Dirjen Minerba dan Vale, terus Mind ID saya sampaikan bahwa hilirisasi itu konsep sudah ada sejak Pak Harto, Pak Harto tahun 71 sudah bikin, yaitu waktu itu kita belum ada tambang, kita pakai pohon hutan,” paparnya.
Lebih jauh Ridwan Hisjam mengatakan, kebijakan hilirisasi ini harus merata ke seluruh produk pertambangan yang ada, dari nikel, batubara, bauksit dan lainnya. Bahkan, pemerintah harus tegas terhadap oknum-oknum yang sengaja melakukan ekspor ilegal bahan mentah ke luar negeri.
“Turunan-turunannya sampai betul-betul mencapai nilai tambahnya maksimal, jadi jangan sampai dijual keluar, harus diproses di sini. Nah untuk aluminium, bauksit itu harus dikelola sampai menjadi mobil listrik, jadi jangan Indonesia ambil dari Tiongkok, dari Korea, dari Amerika,” tegasnya.
“Bahan bakunya dari Indonesia kok, terus kok kita jadi pasar, nikel kita diambil habis, itu dari kita barangnya kirim ke Tiongkok, datang ke sini mobil Tiongkok, kita yang beli. Itu tadi kemarin saya sudah Ingatkan bahwa siapapun pemimpin ke depan wajib melanjutkan kebijakan hilirisasi,” tutupnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pilihan Baru BBM Ramah Lingkungan, UltraDex Setara Standar Euro 5
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi
-
Negara Hadir Lewat Koperasi: SPBUN Nelayan Tukak Sadai Resmi Dibangun
-
Kemenkop dan LPDB Koperasi Perkuat 300 Talenta PMO Kopdes Merah Putih
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar