Suara.com - Potensi obral izin pabrik kelapa sawit cenderung semakin tinggi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Banyak bermunculan pabrik kelapa sawit tanpa kebun dan tidak memiliki kemitraan yang izinnya diberikan kepala daerah. Di sisi lain, kehadiran pabrik tersebut kerap kali tanpa mempertimbangkan daya dukung wilayah dan mengabaikan regulasi.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Ekonomi Universitas Riau, Prof. Dr. Almasdi Syahza mengatakan Pemerintah pusat harus komitmen menjalankan aturan yang mereka buat. Sebab, selama ini yang menjadi masalah adalah tidak konsistennya aturan pusat dengan pelaksanaan di daerah.
Salah satu yang menjadi persoalan adalah menjamurnya pabrik sawit tanpa kebun ataupun pabrik mini yang tidak menjalin kemitraan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Beleid ini mengatur bahwa pabrik harus memiliki perkebunan sendiri, apabila tidak ada maka pabrik diwajibkan menjalin kemitraan dengan petani untuk memenuhi pasokan bahan baku 20%.
Prof. Almasdi mengatakan masalah izin pendirian pabrik kelapa sawit harus mengikuti aturan yang berlaku. Jika tidak bakal menjadi masalah di kemudian hari.
“Dari sisi pertimbangan jarak antar pabrik, adanya kemitraan, dan daya dukung wilayah tentu menjadi acuan melalui sebuah studi kelayakan pabrik kelapa sawit (PKS). Kecuali PKS didirikan tanpa dokumen studi kelayakan dan Amdal (analisis dampak lingkungan), ini beresiko terhadap perizinan,” ujar dia ditulis Kamis (28/3/2024).
“Jika pemberian izin (pabrik sawit) dikaitkan dengan aktivitas politik tentu akan berdampak setelah pilkada 2024, umpama jika melanggar akan dikejar oleh lawan politik,” tambah Almasdi.
Prof. Almasdi menegaskan kehadiran pabrik sawit tanpa kebun jelas mengganggu tata niaga sawit yang sudah berjalan. Karena itulah, pemerintah daerah dan pusat harus tegas dalam menjalankan regulasi.
”Jelas mengganggu (pabrik sawit tanpa kebun) tapi salah pemerintah juga. Kenapa diberikan izin pabrik sawit tanpa kebun, harus diakui ini salah satu dampak otonomi daerah. Yang punya daerah itu bupati bukan pemerintah pusat,” jelasnya.
Rawing Rambang, Mantan Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah, menjelaskan memang pemerintah mengizinkan pabrik sawit tanpa kebun berdiri tetapi diwajibkan menjalin kemitran dengan petani.
Baca Juga: Pabrik Minyak Makan Merah Beri Nilai Tambah ke Petani Sawit
”Dengan adanya kemitraan inilah, pabrik sawit dapat mengetahui sumber buah sawitnya,” jelas Rawing.
Menurut Rawing, kepala daerah baik itu bupati sampai gubernur harus memastikan kerjasama kemitraan antara pabrik tanpa kebun dengan petani sebelum izin pabriknya diterbitkan. Disinilah peran kepala daerah mengawasi dan memverifikasi adanya kerjasama tadi karena sangat berbahaya jika pemerintah daerah tidak mengetahuinya.
Dikatakan Rawing dengan mengetahui kerjasama kemitraan, maka dapat diketahui kapasitas olah dan daya tampung pabrik untuk menerima pasokan panen TBS sawit dari masyarakat. Dari situ dapat diketahui misalkan lahan masyarakat satu hektare mampu hasilkan 20 ton, lalu kapasitas pabrik di daerah tersebut mungkin 40 atau 60 ton TBS per jam.
”Tinggal dihitung saja berapa luas kebun dan berapa jam pabrik akan beroperasi,” urain Rawing yang juga Dosen Pertanian Universitas Kristen Palangka Raya.
Pakar Lingkungan, Dr. Riyadi Mustofa menjelaskan pasca terbitnya UU Cipta Kerja maka proses pendirian pabrik sawit menjadi lebih ketat dari sisi lingkungan. Disinilah peranan pemerintah daerah harus mengawasi perizinan Amdal bagi pabrik sawit yang akan dibangun agar tidak melanggar regulasi yang sudah berjalan.
Sebelum UU Cipta Kerja, pemilik pabrik cukup dapat Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) lalu mengurus izin lainnya. Tetapi sekarang ini, diharuskan mengurus izin seperti pengolahan limbah cair dan land aplikasi, barulah dapat diterbitkan Amdal.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
Terkini
-
Satgas PKH Rampas Tambang Ilegal Terafiliasi Kiki Barki, Aktivis Malut Tunggu Giliran PT Position
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Pengeluaran Riil Orang RI Hanya Rp12,8 Juta Per Tahun
-
Melalui Trade Expo Indonesia 2025, Telkom Dukung UMKM Binaan Tembus Pasar Global
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
-
Rencana Merger BUMN Karya Terus Digas, Tinggal Tunggu Kajian
-
NeutraDC Nxera Batam Jadi Pusat Hyperscale Data Center Berbasis AI dari TelkomGroup
-
Satgas PKH Ambil Alih Sejumlah Tambang Ilegal, Termasuk Milik Taipan Kiki Barki
-
Gara-gara PIK2, Emiten Milik Aguan CBDK Raup Laba Bersih Rp 1,4 Triliun di Kuartal III-2025
-
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Batubara Acuan untuk Periode Pertama November!