Suara.com - Sengketa utang antara pemerintah dan Grup Bakrie terkait bencana lumpur Lapindo terus berlanjut. Meski telah bertahun-tahun berlalu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan masih terus berupaya menagih utang sebesar Rp 2,23 triliun yang belum dilunasi oleh perusahaan milik Aburizal Bakrie tersebut.
Utang ini berasal dari dana talangan yang diberikan pemerintah untuk menanggulangi bencana lumpur Lapindo pada tahun 2006. Meskipun telah jatuh tempo, Grup Bakrie hingga kini baru membayar sebagian kecil dari total utang.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pernah menegaskan komitmennya untuk menagih utang talangan bencana Lumpur Lapindo sebesar Rp2,23 triliun kepada PT Minarak Lapindo Jaya yang merupakan anak perusahaan Grup Bakrie. Namun hingga saat ini segala upaya tersebut belum membuahkan hasil.
Utang tersebut berasal dari dana yang digunakan pemerintah untuk membantu masyarakat terdampak bencana lumpur panas di Sidoarjo beberapa tahun lalu.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit terkait kasus lumpur Lapindo. BPK telah mengumumkan hasil audit terkait masalah ini. Dalam dokumen BPK itu tercatat per 31 Desember 2020, utang Lapindo ke negara mencapai Rp2.233.941.033.474. atau mencapai Rp2,23 triliun.
Berdasarkan LKPP Kementerian Keuangan Tahun 2020, Lapindo memiliki utang jangka panjang Rp773.382.049.559, belum termasuk bunga dan denda keterlambatan pengembalian. Jika ditotal, utang Lapindo tembus Rp2,23 triliun.
Semuanya bermula pada tanggal 29 Mei 2006, ketika terjadi semburan lumpur panas dari sumur Banjarpanji-1, Porong, Sidoarjo. Semburan ini berasal dari aktivitas pengeboran eksplorasi gas Blok Brantas yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.
Sebelum kejadian, PT Lapindo Brantas telah beberapa kali diperingatkan mengenai risiko pengeboran pada kedalaman yang mencapai 8.500 kaki. Namun, peringatan tersebut tampaknya tidak diindahkan.
Sejak saat itu, semburan lumpur terus berlangsung tanpa henti, bahkan semakin membesar dan meluas. Lumpur panas ini menenggelamkan permukiman, lahan pertanian, dan infrastruktur penting di wilayah Sidoarjo hingga saat ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
Terkini
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Kuartal Panas Crypto 2025: Lonjakan Volume, Arus Institusional dan Minat Baru Investor
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing