Suara.com - Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, menyoroti potensi penerapan kebijakan yang berfokus pada mitigasi risiko ketimbang mengeliminasi risiko secara total (zero tolerance). Kebijakan tersebut dinilai lebih pragmatis dan realistis untuk diterapkan di Indonesia.
Pasalnya, pemerintah sedang fokus memperbaiki sumber daya manusia sembari mencari titik temu dengan pemangku kepentingan untuk memitigasi risiko lingkungan, kesehatan, keuangan, dan sektor lainnya.
"Kebijakan zero tolerance banyak diterapkan di negara maju, sedangkan kita masih negara menengah yang sangat bergantung dengan sumber daya alam. Kalau dibandingkan dengan negara maju, ini tidak fair. Mereka sekarang sudah masuk ke isu lingkungan yang zero tolerance. Tidak apple to apple, tidak adil," jelas Puteri, ditulis Rabu (12/2/2025).
Dalam praktiknya, Puteri menegaskan bahwa Parlemen setiap tahunnya membahas manajemen risiko dengan Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Dengan demikian, kebijakan tersebut bisa disesuaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mengatasi permasalahan di masyarakat, termasuk melalui efesiensi anggaran yang ada.
Sebagai contoh, sektor tembakau kerap menghadapi tantangan baik secara industri, tenaga kerja, kesehatan, penerimaan negara, maupun regulasi. Oleh karena itu, pembuatan kebijakan berbasis mitigasi risiko perlu mencari keseimbangan yang mempertimbangkan risiko tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amich Alhumami, menjelaskan penerapan kebijakan berbasis pengurangan risiko dalam konteks pembangunan sebenarnya sudah tercantum secara ketat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Alih-alih menerapkan zero tolerance dengan menerapkan kebijakan pelarangan secara total, Amich menerangkan dalam kaitannya dengan penerapan prinsip-prinsip good governance atau kebijakan pembangunan inklusif, maka upaya harm reduction (pengurangan bahaya) demi memitigasi potensi risiko yang terjadi perlu didukung.
"Bagaimana kita harus beralih dari brown economy ke pembangunan yang betul-betul berwawasan lingkungan dan kebudayaan sehingga bisa mencegah kerusakan. Pemanfaatan kekayaan alam harus memanfaatkan lintas generasi, generasi yang akan datang, itu bagian dari pembangungan inklusif," jelas dia.
Baca Juga: Saat Prabowo Turun Tangan Meredam Polemik Kebijakan Menteri yang Tak Sinkron
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pilihan Baru BBM Ramah Lingkungan, UltraDex Setara Standar Euro 5
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi
-
Negara Hadir Lewat Koperasi: SPBUN Nelayan Tukak Sadai Resmi Dibangun
-
Kemenkop dan LPDB Koperasi Perkuat 300 Talenta PMO Kopdes Merah Putih
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar