Suara.com - Kabar penting bagi para pemegang polis asuransi kesehatan di Indonesia. Mulai 1 Januari 2026, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberlakukan aturan baru yang mewajibkan nasabah asuransi kesehatan untuk menanggung paling sedikit 10 persen dari total pengajuan klaim.
Ini artinya, tidak ada lagi klaim asuransi kesehatan yang dicover 100 persen oleh perusahaan asuransi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan tata kelola industri asuransi kesehatan.
Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggara Produk Asuransi Kesehatan yang dilihat Rabu (4/6/2025).
SE OJK ini juga merupakan amanat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 36 Tahun 2024, yang mengatur lebih lanjut kriteria perusahaan asuransi yang dapat menyelenggarakan lini usaha asuransi kesehatan.
Dalam aturan ini, OJK juga menetapkan batas maksimum pembayaran yang harus ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta, yang dikenal sebagai co-payment:
Rawat Jalan: Maksimal Rp300.000 per pengajuan klaim.
Rawat Inap: Maksimal Rp3.000.000 per pengajuan klaim.
Meski begitu, perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi diberi kelonggaran untuk menetapkan batas maksimum yang lebih tinggi, asalkan telah disepakati antara perusahaan dengan pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Siapa Saja yang Terkena Aturan Ini?
Baca Juga: 7 Rekomendasi Asuransi Kesehatan Bagus di Indonesia, Cocok untuk Keluarga
Ketentuan pembagian risiko (co-payment) ini hanya berlaku untuk dua jenis produk asuransi kesehatan:
Produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity).
Produk asuransi kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care).
Penting untuk dicatat, aturan co-payment ini tidak berlaku untuk Produk Asuransi Mikro.
Dengan adanya perubahan ini, masyarakat diimbau untuk lebih cermat dalam memahami polis asuransi kesehatannya dan mempersiapkan diri untuk skema pembayaran yang baru ini.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong kesadaran nasabah akan biaya kesehatan dan menciptakan industri asuransi kesehatan yang lebih sehat dan berkelanjutan di masa depan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Industri Pindar Tumbuh 22,16 Persen, Tapi Hadapi Tantangan Berat
-
Perilaku Konsumen RI Berubah, Kini Maunya Serba Digital
-
Bagaimana Digitalisasi Mengubah Layanan Pertamina
-
Memahami Pergerakan Harga Bitcoin, Analisis Teknikal Sudah Cukup?
-
BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
-
BCA Kembali Menjadi Juara Umum Annual Report Award, Diikuti BCA Syariah pada Klaster Rp1 Triliun
-
ESDM: Rusia-Kanada Mau Bantu RI Bangun Pembakit Listrik Tenaga Nuklir
-
Bos Lippo Ungkap 5 Modal Indonesia Hadapi Ketidakpastian Global 2026
-
Purbaya Larang Bea Cukai Sumbangkan Pakaian Bekas Hasil Sitaan ke Korban Banjir Sumatra
-
Purbaya Sewot Teknologi AI Bea Cukai Dibandingkan dengan Milik Kemenkes: Tersinggung Gue!