Suara.com - Selama ini tentu kita sering mendengar berita mengenai korban pemasungan di berbagai daerah, karena terdiagnosis mengalami sakit jiwa.
Bahkan keluarga mereka sendiri pun tak sanggup merawatnya layaknya orang normal sehingga memperlakukannya dengan dipasung agar tak mengganggu lingkungan sekitarnya.
Padahal orang yang mengalami gangguan mental bisa disembuhkan. Namun butuh dukungan penuh dari keluarga terdekat untuk proses pemulihan yang cepat.
"Dengan pengobatan yang tepat, penderita ganguan jiwa yang parah sekali pun bisa disembuhkan. Bahkan ada pasien saya yang sudah 20 tahun dipasung karena mengalami gangguan jiwa, setelah diterapi bisa kembali hidup normal," kata dr Danardi Sosrosumihardjo di Jakarta, belum lama ini.
Menurut dia, stigma yang salah cenderung berkembang di masyarakat mengenai orang dengan gangguan jiwa. Tak ayal banyak orang gangguan jiwa yang dipasung sehingga mengalami kelainan tulang-tulang di bagian kaki hingga berakibat kelumpuhan. Jika diterapi oleh psikiatri, penderita gangguan jiwa bisa sembuh melalui beberapa indikator.
Danardi menjelaskan beberapa indikator sembuhnya orang dengan gangguan jiwa sebagai berikut:
Pertama adalah "sembuh total" atau kembali pulih 100 persen tanpa perlu mengonsumsi obat lagi.
Kedua, "sembuh klinis" atau mendekati 100 persen dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Namun tetap harus mengonsumsi obat dengan dosis yang diatur.
Terakhir, "sembuh sosial" di mana gejala penyakitnya sudah mereda, masih terdapat gejala sisa tapi masih bisa ditoleransi.
"Sembuh sosial masih tetap perlu minum obat dengan dosis minimal atau sedang. Tapi mereka sudah dapat berfungsi kembali secara sosial," jelasnya.
Jika selama ini gangguan mental hanya dipersepsikan sebagai hilang ingatan atau "gila", orang stres menurut Danardi juga bisa dikategorikan sebagai gejala sakit jiwa.
"Stres itu bentuknya seperti gampang mengeluh, merasa tertekan, suka protes. Jadi gejala yang ringan pun juga disebut sakit jiwa," tutupnya.
Berita Terkait
-
Bukan Cuma Soal Uang atau Jabatan: Apa Sih Sebenarnya Bahagia Itu?
-
Saat Kata-kata Tak Lagi Cukup: Kenalan Sama 'Art Therapy', Jurus Ampuh Lawan Stres
-
Terjebak dalam Kritik Diri, Saat Pikiran Jadi Lawan Terberat
-
Takut Dinilai Buruk, Penjara Tak Terlihat di Era Media Sosial
-
Dari Rindu sampai Candu: Fenomena Sleep Call Anak Muda
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara