Suara.com - Nyeri di bagian sendi merupakan salah satu penyakit yang sering kali menghambat seseorang melakukan aktivitas. Salah satu nyeri sendi yang tak bisa disembuhkan adalah Ankylosing Spondylitis (AS) atau rematik genetik. Gejala umumnya ditandai nyeri di bagian punggung bawah terus-menerus selama tiga bulan. Meski juga diderita oleh perempuan, penyakit ini tercatat paling banyak menyerang kaum lelaki.
Menurut dokter spesialis Reumatologi, dr. Rudy Hidayat SpPD-KR, penyakit radang sendi ini mulai menyerang saat seseorang berusia 20-an, di mana biasanya sedang dipenuhi kegiatan di kampus atau kantor. Meski hingga kini tak diketahui pasti apa penyebabnya, penyakit ini merupakan penyakit autoimun, sehingga besar kemungkinannya untuk diturunkan ke generasi selanjutnya.
"Pada dasarnya penyakit AS ini ada di setiap tubuh manusia yang memiliki gen HLA-B27. Ada beberapa faktor risiko yang bisa memicu aktifnya gen ini. Salah satunya adalah stres," ungkap Rudy, dalam Seminar Manajemen Ankylosing Spondylitis, di Jakarta, Minggu (21/12/2014).
Dikatakan Rudy, penyakit autoimun ini muncul ketika sistem imun atau kekebalan tubuh yang seharusnya bertugas melawan bibit penyakit dari luar tubuh, justru menyerang jaringan tubuh sendiri. Stres sendiri, menurutnya merupakan pemicu bagi hampir semua penyakit, termasuk penyakit autoimun ini.
Selain penting menjauhkan diri dari faktor pemicu stres, Rudy menyarankan untuk mengubah pola makan dan gaya hidup. Makanan yang dianjurkan salah satunya adalah yang mengandung Omega 3, seperti salmon, makarel dan ikan haring. Makanan lain seperti kedelai serta alpukat, juga bagus untuk memperbaiki sistem peradangan pada sendi.
Sementara itu, ada pula beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari oleh penderita nyeri sendi. Di antaranya adalah makanan yang mengandung bahan adiktif sintetis, pewarna sintetis, pengawet, lemak jenuh, makanan olahan, gorengan, serta makanan yang mengandung terlalu banyak garam. Jenis makanan ini, menurut Rudy, dapat membuat rasa nyeri atau peradangan pada sendi bertambah.
"Lebih baik makan yang alami saja. Tak perlu yang diawetkan atau yang serba instan. Imbangi dengan istirahat yang cukup, serta olahraga yang disarankan dokter," tutupnya.
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis