Suara.com - Sebagai fenomena alam yang langka, gerhana matahari total yang terjadi 9 Maret 2016, esok, sayang untuk dilewatkan. Apalagi Indonesia adalah wilayah daratan yang bisa menikmati fenomena ini secara langsung. Namun, fenomena ini disebut bisa mengakibatkan kebutaan. Lalu seberapa benar anggapan ini?
Menurut dokter sub spesialis retina mata, RS Jakarta Eye Center Kedoya, dr. Referano Agustiawan, tidak ada perbedaan mendasar sinar matahari yang dihasilkan saat kondisi normal dengan gerhana matahari total. Begitupun dengan risikonya terhadap kerusakan mata.
"Sebenarnya nggak ada bedanya antara sinar matahari biasa dengan saat terjadi gerhana matahari total. Jadi kalau menatap langsung bisa merusak retina mata dan menyebabkan solar retinopathy," ujar dr Referano ketika dihubungi suara.com, Selasa (8/3/2016).
Proses terjadinya solar retinopathy akibat menatap matahari secara langsung juga bisa dialami mereka yang menatap gerhana matahari total. Referano menambahkan, meski kondisi puncak terjadinya GMT membuat suasana menjadi gelap, pergeseran secara tiba-tiba ke suasana yang terang dapat membuat saraf mata atau retina terbakar dan memicu gangguan penglihatan.
"Saat gerhana kan gelap, mata kita secara otomatis bereaksi seperti dalam kondisi gelap. Kelopak mata melebar, pupil mengecil. Tapi masalahnya ketika sudah bergeser maka sinar akan masuk ke dalam mata kita dan langsung membahayakan retina mata," imbuhnya.
Sementara itu menurut dokter spesialis mata, Rumita Kadarisman, gejala yang ditimbulkan solar eclipse retinophaty, atau kerusakan retina akibat gerhana matahari total seringkali tak disadari penderitanya. Namun 2-3 jam berselang, penderita bisa mulai merasakan gangguan penglihatan dalam skala ringan hingga berat. Hal ini terjadi karena retina yang berfungsi sebagai saraf mata mengalami kerusakan.
"Gejalanya antara lain penglihatan menjadi buram dan muncul skotoma atau bayangan hitam yang menutupi pandangan. Penderita juga bisa mengalami metamorphopsia atau objek menjadi tidak normal misalnya melihat garis lurus jadi bengkok. Gejala lain gangguan penglihatan warna, dan sakit kepala," sambungnya.
Ia pun mengatakan tak ada pengobatan yang bisa mengatasi gangguan penglihatan akibat solar eclipse retinopathy. Cara terbaik adalah pencegahan dengan menghindari menatap matahari secara langsung.
"Bisa menggunakan media seperti kacamata dengan penyaring UV dan infrared, atau teropong yang juga menggunakan filter UV. Biasanya penyaring tersebut berisi lapisan alumunium, krom, dan perak," imbuhnya.
Sedangkan kasus kebutaan setelah menatap sinar matahari secara langsung dianggap jarang oleh dokter Referano. Menurutnya manusia memiliki mekanisme untuk menghindari sinar yang menyilaukan sehingga gangguan kerusakan retina tidak terlalu berat.
"Kalau terus-terusan menatap matahari bisa memicu 100 persen kebutaaan saya belum pernah menemukan kasusnya. Tapi risikonya tetap ada, jadi pencegahan untuk menghindari menatap secara langsung lebih penting," pungkas Referano.
Berita Terkait
-
Terobosan Baru Atasi Kebutaan: Obat Faricimab Kurangi Suntikan Mata Hingga 75%!
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Viral Gerhana Matahari Total 2 Agustus 2025 Bikin Bumi Gelap, BMKG Tegaskan Hoaks! Ini Faktanya
-
BMKG: Gerhana Matahari 2025 Hoax! Ini Jadwal Gerhana yang Benar dan Bisa Dilihat di Indonesia
-
Jangan Panik! BMKG Pastikan Tidak Ada Gerhana Matahari Total pada 2 Agustus 2025, Tapi Tahun...
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025