Suara.com - Anda mungkin sedang membaca tulisan ini sambil bersantai di tempat duduk atau sambil tiduran di kasur. Mungkin Anda juga sudah duduk atau tiduran sejak beberapa jam lalu.
Cobalah untuk mengingat-ingat, kapan Anda bangkit dari tempat duduk dan melakukan aktivitas fisik tertentu? Jika Anda kesulitan mengingatnya, bisa jadi Anda adalah salah satu dari ratusan juta penduduk dunia yang menjalani gaya hidup sedentari atau yang sering juga disebut malas gerak (mager).
Apa itu gaya hidup sedentari?
Gaya hidup sedentari adalah pola perilaku manusia yang minim aktivitas atau gerakan fisik. Biasanya mereka yang menjalani gaya hidup sedentari adalah pekerja kantoran yang hampir sepanjang hari duduk di balik meja kerja.
Perjalanan menuju kantor dari rumah pun biasanya ditempuh dengan kendaraan umum atau pribadi yang berarti Anda juga akan duduk sepanjang jalan.
Sesampainya di rumah setelah bekerja seharian, banyak pekerja kantoran yang akan langsung beristirahat di sofa, kasur, atau kursi malas untuk melepas lelah.
Jika Anda sering memanfaatkan layanan pembelian barang, makanan, atau jasa secara online, apa pun yang Anda butuhkan akan langsung diantar ke depan pintu rumah Anda.
Selain itu, banyak orang saat ini memilih untuk mengakses layanan perbankan online, misalnya untuk transfer uang atau membayar tagihan. Sementara pada zaman dahulu, orang-orang harus berjalan keluar rumah untuk menyelesaikan berbagai urusan tersebut.
Inilah yang menyebabkan generasi muda sering dicap sebagai orang-orang yang malas gerak.
Salah satu penyebab kematian terbanyak
Malas gerak adalah kebiasaan yang perlu diubah. Namun, bagi beberapa orang kebiasaan tersebut sudah menjadi bagian dari rutinitas harian sehingga mereka terlanjur merasa nyaman.
Anda mungkin memang tak akan merasakan langsung risiko dari gaya hidup sedentari. Dampak dari gaya hidup sedentari baru akan mulai terasa bertahun-tahun setelah Anda terbiasa menjalani rutinitas tersebut.
Menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO, gaya hidup sedentari adalah salah satu dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Selain itu, data yang dilaporkan oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) pada 2008 menunjukkan bahwa kematian akibat kebiasaan malas gerak jumlahnya dua kali lebih banyak dibandingkan kematian karena obesitas.
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?