Suara.com - Kelompok ahli kesehatan internasional mempertanyakan keamanan pestisida yang telah lama banyak digunakan dan dianggap tidak berbahaya oleh regulator Amerika Serikat. Padahal, sering mengonsumsi makanan yang tinggi kadar pestisidanya berisiko tinggi kanker dan penyakit hati.
Badan Penelitian Kanker Internasional (IARC), dan badan penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan, bahwa glifosat adalah zat penyebab kanker yang kemungkinan besar, atau karsinogen. Ini adalah bahan utama dalam ratusan agen kontrol tanaman dan pembunuh gulma, seperti Bronco, Glifonox, KleenUp, Ranger Pro, Rodeo, Roundup, dan Weedoff.
Temuan ini muncul beberapa dekade setelah Badan Perlindungan Lingkungan AS mengatakan glifosat aman bagi manusia. Badan tersebut menegaskan kembali keputusan tersebut di tahun 2012.
Pestisida yang paling banyak digunakan di seluruh dunia, disemprotkan pada segala hal mulai dari lapangan golf hingga kebun rumah. Bahan kimia ini terutama digunakan di pertanian, dan disemprotkan pada tanaman hasil rekayasa genetika seperti kedelai, jagung, dan kapas. Tanaman ini dirancang untuk melawan pestisida, yang digunakan untuk membunuh gulma di sekitar mereka.
Dalam sebuah fakta, EPA mengatakan, pekerja atau tukang kebun di rumah bisa menghirupnya atau membawanya ke kulit mereka "selama penyemprotan, pencampuran, dan pembersihan. Kondisi itu sangat berbahaya.
Pestisida berbahaya untuk hati
Menurut WHO, pestisida yang digunakan untuk mengusir hama dan penyakit tumbuhan bisa membahayakan kesehatan manusia. Apalagi jika dikonsumsi dalam jangka panjang dengan kadar yang cukup tinggi. Meski efeknya tak terasa saat ini, organ hati Anda mungkin saja mengalami kerusakan.
Sebabkan kanker hati
Para ahli dari sebuah penelitian oleh American Association of Cancer Research mengungkapkan, terpapar pestisida dalam jangka panjang meningkatkan risiko Anda kena kanker hati sebanyak 71 persen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat ini, pestisida bisa menyebabkan mutasi DNA dan akhirnya menciptakan sel kanker dalam tubuh Anda.
Namun, para ahli belum bisa menentukan pestisida jenis apa tepatnya yang paling besar risikonya sebabkan kanker hati.
Mengenai penyakit hati
Selain menyebabkan kanker, bahaya pestisida bagi organ hati Anda juga mencakup penyakit hati, misalnya hepatitis. Hati berfungsi untuk membersihkan darah dan membuang racun-racun yang masuk dalam tubuh.
Misalnya, racun dari pestisida atau polusi. Namun, jika di dalam hati racunnya sudah terlalu banyak, akan terjadi kerusakan atau infeksi serius. Organ vital ini pun akan makin kesulitan bekerja membuang racun.
Gejala penyakit hati yang harus Anda perhatikan antara lain muntah, demam, kulit jadi kuning, dan sakit perut. Jika tidak ditangani dengan benar, Anda berisiko tinggi mengalami gagal hati kronis. Pengobatannya antara lain dengan transplantasi organ hati.
Menghindari bahan pangan tinggi pestisida
Banyak produsen bahan pangan organik yang akan mencantumkan keterangan pada label bahan pangan yang Anda beli di pasar atau supermarket. Label organik berarti bahan pangan Anda ditanam dan dipanen secara alami, tanpa pestisida maupun pupuk sintetis.
Sedangkan bahan pangan hewani yang organik seperti daging dan telur berarti hewan ternak tersebut hanya diberi pakan organik, dan tidak disuntik dengan antibiotik atau bahan kimia apapun.
Nah, jika Anda membeli sayur, buah, kentang, dan jagung yang biasa Anda beli tidak ada kemasan atau labelnya, selalu cuci bersih dengan air yang mengalir sebelum dimasak atau dihidangkan. Anda sebenarnya tak perlu mengupas kulit buah untuk mengurangi bahaya pestisida.
Cara ini dinilai kurang ampuh karena bahan-bahan kimianya pasti sudah terserap ke daging buah. Anda justru akan kehilangan manfaat sehat mengonsumsi kulit buah dan sayur. (WebMD)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi