Suara.com - Menurut sebuah penelitian global, mengonsumsi makanan rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan risiko kematian dini pada seseorang. Hal ini ternyata bertentangan dengan saran diet yang dianjurkan selama beberapa dekade terakhir.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet, menjelaskan alasan mengapa populasi tertentu seperti di Asia Selatan, yang tidak banyak mengonsumsi lemak, tetapi lebih banyak menginsumsi karbohidrat, memiliki tingkat mortalitas atau jumlah kematian yang lebih tinggi.
Penelitian terhadap lebih dari 135.000 orang di lima benua menemukan bahwa diet yang mencakup asupan lemak, buah dan sayuran moderat, serta menghindari karbohidrat tinggi, dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih rendah.
Periset mengatakan bahwa risiko kematian terendah adalah pada orang-orang yang mengonsumsi 3-4 porsi (atau total 375 sampai 500 gram) buah-buahan, sayuran dan kacang-kacangan setiap hari.
Para peneliti dari McMaster University dan Hamilton Health Sciences di Kanada bertanya kepada orang-orang tentang diet mereka dan mengikuti mereka selama rata-rata tujuh setengah tahun.
Studi tentang lemak makanan menemukan bahwa mereka tidak terkait dengan penyakit kardiovaskular utama, namun konsumsi lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan mortalitas yang lebih rendah.
Ini terlihat pada semua jenis lemak utama seperti lemak jenuh, lemak tak jenuh ganda dan lemak tak jenuh mono, dengan lemak jenuh dikaitkan dengan risiko stroke yang lebih rendah.
Sementara temuan tersebut mungkin mengejutkan beberapa orang, namun konsisten dengan beberapa penelitian observasional dan uji coba terkontrol secara acak yang dilakukan di negara-negara Barat selama dua dekade terakhir.
Studi ini mempertanyakan keyakinan konvensional tentang lemak makanan dan hasil klinis, kata Mahshid Dehghan, penulis utama pada studi ini.
"Penurunan asupan lemak secara otomatis menyebabkan peningkatan konsumsi karbohidrat. Temuan kami mungkin menjelaskan mengapa populasi tertentu seperti orang Asia Selatan, yang tidak banyak mengonsumsi lemak tapi banyak mengonsumsi karbohidrat, memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi," katanya dilansir Zeenews.
Dehghan mencatat bahwa pedoman diet telah berfokus selama beberapa dekade untuk mengurangi jumlah lemak di bawah 30 persen asupan kalori harian dan lemak jenuh hingga di bawah 10 persen asupan kalori.
Ini didasarkan pada gagasan bahwa mengurangi lemak jenuh dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, namun tidak memperhitungkan bagaimana lemak jenuh diganti dalam makanan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa