Suara.com - Studi terbaru menunjukkan, rasa sakit yang ditimbulkan oleh perempuan setelah kelahiran dengan bedah caesar atau sesar, mungkin akan bergantung pada panjang sayatan.
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti merekomendasikan rentang optimal untuk jarak sayatan sesar menjadi antara 12 hingga 17 sentimeter atau sekitar 4,5 hingga 6,5 inci saja. Selain itu, peneliti juga menyarankan agar tidak ada lagi sayatan yang terlalu pendek atau terlalu panjang dari yang direkomendasikan jika memungkinkan.
"Sepengetahuan kami, efek Goldilocks dari panjang insisi bedah pada rasa sakit belum dilaporkan sebelumnya, dan perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap efek peregangan jaringan jangka pendek dan trauma jaringan yang meningkat pada nyeri paska bedah caesar akut dan kronis," kata pemimpin penelitian, Ruth Landau, MD, direktur kebidanan dan direktur Center for Precision Medicine di Anestesiologi, Columbia University Medical Center, New York, dilansir Zeenews.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa tim peneliti menemukan variabilitas yang luar biasa pada panjang insisi bedah. Panjang rata-rata bedah adalah 15 sentimeter, kisarannya adalah antara 9 sampai 23 sentimeter, yang mungkin sebagian disebabkan oleh praktik ahli bedah dan karakteristik tubuh pasien.
Penelitian ini melibatkan 690 perempuan yang menjalani persalinan bedah sesar sebagai pilihan. Di mana, 37 persen menjalani operasi sesar berulang, yang dievaluasi sebelum operasi dan diikuti hingga 12 bulan setelahnya.
Hasilnya, panjang insisi bedah yang lebih pendek atau lebih panjang, dikaitkan dengan meningkatnya rasa sakit.
Perempuan dengan sayatan lebih pendek atau kurang dari 12 cm atau sekitar 4,5 inci, lebih mungkin melaporkan rasa nyeri lebih tinggi sesaat setelah melahirkan, yang menurut para penulis, kemungkinan mengindikasikan adanya jaringan intens membentang saat melahirkan.
Sementara perempuan dengan sayatan lebih panjang atau lebih dari 17 cm atau sekitar 6,5 inci, juga cenderung melaporkan nyeri lebih tinggi, termasuk hipergesia luka, atau kepekaan nyeri pada insisi bedah yang meningkat.
Konsisten dengan penelitian sebelumnya, sakit kronis setelah persalinan sesar sangat jarang terjadi, dengan kurang dari 3 persen perempuan melaporkan nyeri kronis satu tahun setelah kelahiran sesar mereka.
Di antara mereka yang menjalani operasi sesar berulang, nyeri kronis dilaporkan oleh 12 di antaranya, dibandingkan dengan tujuh perempuan yang menjalani operasi sesar untuk pertama kalinya atau sekitar 4,7 persen vs 1,6 persen.
Secara keseluruhan pada satu tahun, gejala nyeri terkait pembedahan, sebagian besar digambarkan sebagai 'nyeri lembut,'dan dilaporkan terjadi pada sebanyak 4,7 persen perempuan. Sementara gejala neuropati seperti gatal, kesemutan atau kebas dilaporkan sebesar 19 persen.
Studi multisenter mengevaluasi berbagai faktor termasuk pengaruh etnisitas, indeks massa tubuh (IMT), parameter psikologis dan karakteristik bekas luka sebelumnya untuk perempuan dengan persalinan sebelum kelahiran dan karakteristik luka.
Studi tersebut menemukan bahwa perempuan dengan IMT tinggi lebih cenderung memiliki insisi bedah yang lebih besar, meski tidak semua perempuan dengan sayatan bedah lebih besar mengalami obesitas. Dr Landau mengatakan bagian bedah sesar adalah model bedah yang unik, karena ahli obstetri dapat melakukan prosedur pembedahan yang sama berulang kali pada perempuan yang sama.
"Oleh karena itu, penelitian yang mengidentifikasi panjang ideal insisi bedah pada bedah sesar, dengan mempertimbangkan bentuk tubuh perempuan dan bekas luka sebelumnya, jika ada, sangat penting," imbuhnya.
Selanjutnya, penelitian yang mengevaluasi apakah gejala nyeri neuropati persisten dari operasi sesar sebelumnya terkait dengan pengalaman nyeri yang lebih buruk pada persalinan sesar berikut dapat memberikan wawasan tentang mekanisme yang mencegah penyembuhan normal dan transisi dari rasa sakit akut ke kronis.
Penelitian ini dipresentasikan pada pertemuan tahunan Anestesiologi 2017.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis