Suara.com - Setelah harus kehilangan sebagian kaki kanannya akibat penyakit Toxic Shock Syndrome (TSS) pada 2012 lalu, perjuangan model Lauren Wasser belum berakhir.
Berbicara kepada Washington Post, Lauren mengatakan, dia masih merasakan "sakit yang luar biasa" setiap hari dan "mau tidak mau" harus kehilangan kaki kirinya juga.
Lauren kini aktif melakukan perjuangan, dan mengadvokasi undang-undang untuk mewajibkan National Institutes of Health melakukan penelitian serta regulasi seputar tampon dan produk kebersihan perempuan lainnya yang seringkali menjadi penyebab kondisi TSS.
Dr. Paul Sax, direktur medis divisi penyakit menular di Rumah Sakit Brigham dan Rumah Sakit Boston mengatakan, ada beberapa hal yang harus perempuan ketahui mengenai Toxic Shock Syndrome.
Apa itu Toxic shock syndrome?
Toxic shock syndrome (TSS) adalah komplikasi berat yang paling sering terjadi akibat infeksi Staphylococcus aureus, atau staph. "Pada beberapa orang yang memiliki infeksi ini, bakteri membuat racun dan tubuh mereka tidak mampu melawan toksin dengan baik," kata Sax.
Akibatnya, tekanan darah menjadi sangat rendah dan mengakibatkan beberapa komplikasi lain termasuk kegagalan organ tubuh, kehilangan anggota tubuh, hingga kematian.
Bagaimana seseorang bisa kena Toxic Shock Syndrome?
Meski luka terbuka atau komplikasi bedah dapat menyebabkan TSS, penyakit ini juga paling sering dikaitkan dengan penggunaan tampon atau benda silinder yang berfungsi sebagai alat serap saat menstruasi pada perempuan.
Baca Juga: Sedihnya Model Cantik Ini Kehilangan Kaki karena Pembalut
Lauren Wasser mengklaim, tampon merupakan salah dalam penyebab ia terjangkit TSS dan pada 2015 lalu telah mengajukan tuntutan hukum terhadap produsen tampon, Kotex.
Pada 1980an, menurut CDC, tampon yang memiliki daya serap tinggi, mengandung bahan seperti busa poliester dan karboksimetilselulosa yang disorot sebagai faktor penambah risiko TSS. "Tampon dengan daya serap tinggi dan material khusus ini menyebabkan pertumbuhan berlebih dari infeksi staph aureus ini, dan sebagai tambahan, bahan tersebut benar-benar menyebabkan lebih banyak racun," kata Sax.
Setelah penemuan tersebut, masih menurut CDC, perusahaan mulai membuat tampon dengan daya serap yang lebih rendah dan penggantian material secara bertahap. Sebagai hasil dari perubahan tersebut serta pendidikan masyarakat yang lebih baik, kejadian TSS mulai merosot.
Karena itu, bila perempuan terkena TSS, Ia adalah seseorang "dengan strain staph aureus yang menghasilkan racun dan kemudian menjadi tipe orang yang, karena alasan genetik, tidak membuat respons antibodi yang sesuai terhadap toksin," kata Sax.
Apa saja gejala Toxic Shock Syndrome?
Tanda-tanda TSS termasuk diantaranya demam tinggi, tekanan darah rendah, gangguan saluran cerna, ruam pada telapak tangan, kebingungan, nyeri otot, kemerahan pada wajah, kejang dan sakit kepala.
Berita Terkait
-
4 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik untuk Lansia, Nggak Bikin Lecet dan Nyeri
-
Model Profesional: Belajar Modeling Nggak Melulu Jadi Peraga Busana, Latih Pede hingga Tambah Relasi
-
Pintu Elektrik Bawa Petaka: Tragedi Anak Kecil Meregang Nyawa Saat Mobil Listrik Kebakaran
-
Seblak: Jajanan Indonesia yang Mendapatkan Popularitas di Thailand
-
5 Prompt Gemini AI Bikin Foto ala Cover Majalah yang Viral Bak Model Top
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!