Suara.com - Tim peneliti dari University of Amsterdam merilis sebuah penelitian yang mengatakan bahwa pensiun dini memiliki korelasi positif terhadap kualitas hidup, termasuk harapan hidup seseorang.
Hal tersebut terungkap dalam jurnal Healty and Economi yang dirilis pada 2017 lalu. Studi menemukan sekitar 42 persen pegawai laki-laki yang tinggal Belanda berusia di atas 54 tahun memutuskan untuk pensiun dini.
Dengan kata lain, kemungkinan mereka meninggal dunia dalam waktu lima tahun ke depan akan lebih kecil dibanding dengan mereka yang masih bekerja.
Para peneliti kemudian menjelaskan dua alasan utama mengapa pensiun dini memiliki korelasi positif dengan memperpanjang usia.
Pertama, pensiun dapat membebaskan seseorang. Hal tersebut memungkinkan mereka yang memilih pensiun dini untuk memiliki lebih banyak waktu berinvestasi dalam kesehatan dan menjaga gaya hidup.
Kedua, pekerjaan bisa membuat stres, hipertensi dan berbagai kondisi fatal lainnya.
Pada penelitian ini, pensiun dini dipercaya bisa menurunkan risiko seseorang meninggal dunia akibat stroke atau penyakit kardiovaskular lainnya.
"Sebuah analisis di Amerika Serikat menemukan sekitar tujuh tahun masa pensiun sama baiknya untuk kesehatan seperti mengurangi kemungkinan terkena penyakit serius seperti diabetes atau kondisi jantung hingga 20 persen. Efek kesehatan yang positif dari pensiun juga telah ditemukan oleh penelitian yang menggunakan data dari Israel, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya," tulis tim peneliti dalam jurnal dilansir CNBC.
Kendati demikian, penelitian seperti ini mendapat tentangan dari seorang dokter asal Jepang berusia 105 tahun. Menurutnya untuk bisa berumur panjang, seseorang jangan pensiun dini.
Baca Juga: Uber Diakuisisi Grab, Pengangguran Berpotensi Melonjak
Pekerjaan, katanya, dapat membuat seseorang tetap waras karena berada dalam lingkungan kerja dapat menjaga pikiran dan dalam beberapa kasus, tubuh akan lebih aktif.
Pekerjaan juga dianggap dapat memberi tujuan hidup, yang menurut penelitian telah dikaitkan dengan sejumlah manfaat, termasuk memiliki jantung yang lebih sehat dan risiko demensia yang lebih rendah.
"Kami telah menemukan bahwa kerja merangsang perkembangan kognitif sejauh pekerjaan itu menarik dan juga menantang. Jauh lebih penting untuk melakukan hal-hal yang menantang pikiran, seperti belajar bahasa baru atau mempelajari teknologi baru," kata wakil direktur Sloan Center on Aging and Work di Boston College, Jacquelyn James.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?
-
Cara Mencegah Stroke Sejak Dini dengan Langkah Sederhana, Yuk Pelajari!
-
12 Gejala Penyakit ISPA yang Wajib Diwaspadai, Serang Korban Banjir Sumatra
-
Stop Gerakan Tutup Mulut! 3 Metode Ampuh Bikin Anak Lahap MPASI di Usia Emas
-
Bukan Hanya Estetika: Ini Terobosan Stem Cell Terkini yang Dikembangkan Ilmuwan Indonesia
-
Kolesterol Jahat Masih Tinggi, 80 Persen Pasien Jantung Gagal Capai Target LDL-C
-
Waspada Ancaman di Tanah Suci: Mengapa Meningitis Jadi Momok Jemaah Haji dan Umrah Indonesia?