Suara.com - Belakangan kasus Bebby Fey dengan seorang Youtubers terkenal di Indonesia hangat diperbincangkan. Melalui unggah Instagram Bebby Fey mengaku telah tidur dan mendapat pelecehan seksual dari Youtubers tersebut.
Mulanya, Bebby Fey membongkar kelakuan Youtubers tersebut padanya di Instagram. Hal itu dilakukan guna tidak ada wanita lain yang menjadi korban seperti dirinya.
Setelah beberapa hari, Bebby Fey justru semakin membongkar aibnya yang pernah tidur dengan Youtubers tersebut di media sosial. Bahkan ia mengancam hendak membeberkan semua bukti-bukti yang telah dilakukan mereka.
Sikap Bebby Fey yang sering marah-marah di media sosial itu pun sempat dianggap panjat sosial (pansos). Tetapi, Bebby Fey berusaha membantah bahwa tidak ingin pansos karena tidak pernah menyebut nama Youtubers tersebut.
"Nggaklah (pansos), kalau menurut aku pansos itu aku pertamanya sebut nama dia. Kan aku sama sekali dari awal nggak sebut nama dia, itu aku hanya curhat kan awalnya. Malah banyak yang bilang ah omong kosong lah, apa nggak ada bukti. Ya udah keluarin aja semuanya (bukti)," katanya menjelaskan.
Selain Bebby Fey, banyak orang yang suka meluapkan kekesalannya melalui media sosial. Padahal sikap marah-marah di media sosial bisa memberikan dampak buruk.
Melansir dari The Conversation, sebuah studi menemukan bagaimana pesan yang mengandung emosi menyebar di jejaring sosial. Ternyata pesan yang mengandung kemarahan lebih memberikan pengaruh besar daripada emosi lain seperti suka cita di media sosial.
Ketika seseorang membagikan emosi negatifnya ke media sosial. Secara tak langsung, unggahannya tersebut menularkan emosi atau energi negatif pada orang yang melihatnya. Penularan emosi negatif inilah yang lebih cepat terjadi daripada emosi positif di media sosial.
Baca Juga: Ketergantungan Media Sosial Jadi Toxic, Ini 6 Cara Detoks Paling Ampuh
Selain itu, kebiasaan menyebar kemarahan di media sosial juga memberikan konsekuensi oleh si penulis pesan kemarahan di media sosial. Apalagi jika ia juga mempermalukan diri sendiri di ruang publik. Konsekuensinya bisa berupa kehilangan pekerjaan hingga tuntutan pidana.
Jika banyak orang sudah menyadari akan konsekuensi itu, lantas mengapa masih banyak yang melakukannya? Karena ada 3 hal, yakni aksebilitas teknologi dan ruang yang disediakan untuk meluapkan emosi tanpa tatap muka.
Ada pula yang sengaja menyebarkan emosi di media sosial untuk mendapat dukungan dari orang-orang di dunia maya.
Berita Terkait
-
Masalahnya Bukan di Netflix, tapi di Literasi Digital Kita
-
Vine Hadir Kembali dengan Nama Baru, Anti Konten AI
-
Beraksi Siang Bolong! Jambret Bersenjata di Bekasi Gagal Rampas Rp450 Juta Usai Kepergok Warga
-
Adultifikasi di Medsos Bikin Anak Kehilangan Masa Kanak-Kanak
-
Saat Like dan Views Jadi Penentu Harga Diri: Bagaimana Medsos Meracuni Otak Kita?
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
10 City Car Bekas untuk Mengatasi Selap-Selip di Kemacetan bagi Pengguna Berbudget Rp70 Juta
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
Terkini
-
Jennifer Coppen Ungkap Tantangan Rawat Kulit Sensitif Anaknya, Kini Lebih Selektif Pilih Skincare
-
Titiek Soeharto Klaim Ikan Laut Tidak Tercemar, Benarkah Demikian?
-
Bukan Cuma Kabut Asap, Kini Hujan di Jakarta Juga Bawa 'Racun' Mikroplastik
-
Terobosan Regeneratif Indonesia: Di Balik Sukses Prof. Deby Vinski Pimpin KTT Stem Cell Dunia 2025
-
Peran Sentral Psikolog Klinis di Tengah Meningkatnya Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru