Suara.com - Kontroversi RUU KUHP, YKP Sebut Aborsi Korban Perkosaan Bukan Ranah Pidana
Aksi menolak revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) berlangsung hari ini, Selasa 24 September 2019. Aliansi mahasiswa, aktivitis, hingga masyarakat berkumpul di depan Gedung DPR untuk menolak pengesahan RUU KUHP yang dinilai kontroversial.
Salah satu pasal yang dianggap meresahkan adalah pasal 470 dan 471 mengenai pengguguran kandungan (aborsi) yang dinilai sangat kontroversial. Pasal ini dinilai diskriminatif terhadap korban perkosaan dan perempuan lainnya, serta bertentangan dengan UU Kesehatan yang sudah terlebih dahulu ada.
Pada dasarnya, aborsi itu dilarang di Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun dalam ayat 2 pasal tersebut, terdapat pengecualian untuk korban pemerkosaan dan ibu dalam keadaan gawat darurat.
Pada pasal 76, terdapat penjelasan bahwa praktik aborsi untuk korban pemerkosaan dapat dilakukan saat usia kehamilan maksimal enam minggu.
Pendiri dan peneliti Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Atashendartini Habsjah, mengungkap, jika RUU KUHP mengenai Pengguguran Kandungan, jelas bertentangan dengan UU Kesehatan Pasal 75 dan 76 tersebut.
"Kita sudah punya UU kesehatan yang baik, ditambah peraturan menterinya. Dan kemudian ada Peraturan Pemerintah (PP) 2016 khusus untuk layanan aborsi bagi kasus perkosaan. Jadi itu sebenarnya bukan urusan pidana," kata dia saat Suara.com temui di kantor YKP, Senin (23/9/2019).
Dengan adanya pasal tersebut, pemerintah akan abai menyediakan layanan aborsi aman pada perempuan, khususnya korban pemerkosaan, karena layanan aborsi yang aman di fasilitas umum tetap sulit diakses.
Baca Juga: Pasal Aborsi RKUHP Tuai Kontroversi, Psikolog Buka Suara
Dampaknya, kata Ketua YKP, Herna Lestari, layanan aborsi ilegal dan tidak aman justru tetap akan meningkat. Secara tidak langsung hal ini dapat menempatkan kehidupan perempuan semakin berisiko.
"Sementara perempuan dalam keadaan tertentu itu tidak bisa dilarang. Dia tahu bahwa itu berdosa, tapi dia tetap melakukan itu. Artinya, perempuan dalam keadaan terpaksa dia harus melakukan itu. Dilarang atau tidak, dia akan tetap mencari. Lalu berapa banyak nyawa perempuan yang mati sia-sia karena aborsi? Harusnya pemerintah mengakomodir ini," kata dia saat ditemui dalam kesempatan berbeda.
Maraknya praktik aborsi ilegal di klinik-klinik bersalin yang menawarkan biaya yang tinggi, hingga melakukan percobaan pengguguran sendiri kehamilannya dengan cara-cara tidak aman, kata dia tentu berkontribusi signifikan terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yang mencapai 307 dari 100 ribu kelahiran hidup setiap tahunnya.
Bahkan, menurut penelitian yang dilakukan oleh mendiang Prof. Dr. Azrul Azwar menyebut aborsi tidak aman menyumbang 11 persen AKI, di beberapa daerah bahkan jumlahnya mencapai 15-50 persen.
Atashendartini melanjutkan, jika ini juga bertentangan dengan komitmen Presiden di SDGs (Sustainable Development Goals) soal menurunkan AKI, di mana Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) menyumbang 75 persen angka kematian ibu.
Bukan cuma kematian, korban pemerkosaan yang mengakses aborsi tidak aman, tentu merasa kesakitan saat aborsi dilakukan. Kalau aborsi tidak berhasil, risikonya adalah kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis