Suara.com - WHO Catat 140.000 Orang Meninggal Akibat Mandeknya Vaksinasi Campak
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas AS mengatakan pekan lalu lebih dari 140 ribu orang meninggal akibat campak di seluruh dunia pada tahun 2018.
Hal tersebut sebagai akibat dari mendeknya vaksinasi dunia selama hampir sepuluh tahun.
Negara-negara miskin adalah yang paling terpukul, dengan sebagian besar kasus dan kematian di Afrika sub-Sahara. Namun negara-negara kaya juga berjuang melawan wabah mereka sendiri. Empat negara Eropa kehilangan status "bebas" dari penyakit itu pada 2018.
Pengumuman itu dikeluarkan ketika negara kepulauan Samoa di Pasifik terpaksa melakukan upaya vaksinasi massal untuk menyembuhkan wabah yang telah menewaskan 62 orang dan, menurut para pejabat PBB, dipicu oleh teori konspirasi anti-vaxxer, yakni gerakan anti waksinasi di internet.
"Fakta bahwa setiap anak meninggal karena penyakit seperti campak yang dapat dicegah dengan vaksin, terus terang merupakan kegusaran dan kegagalan untuk melindungi anak-anak yang paling rentan di dunia," kata Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreysus seperti mengutip VOAIndonesia.
Sebagian besar kematian terjadi di antara anak-anak balita. Bayi-bayi mempunyai risiko terbesar tertular dan menyebabkan komplikasi, termasuk pneumonia dan pembengkakan otak yang mengakibatkan kerusakan permanen, kebutaan, atau gangguan pendengaran.
Menurut berita yang dilansir dari AFP, sekitar 142.300 orang meninggal karena penyakit ini pada tahun 2018 -seperempat dari jumlah kematian pada tahun 2000, tetapi naik 15 persen dibandingkan dengan 2017. Seluruhnya tercatat 9,7 juta kasus.
WHO dan UNICEF memperkirakan 86 persen anak-anak di dunia menerima dosis vaksin pertama mereka tahun 2018. Namun kurang dari 70 persen menerima dosis rekomendasi kedua. Itu jauh dari cakupan vaksinasi 95% yang direkomendasikan, dengan dua dosis pengukuran vaksin yang dianggap perlu untuk melindungi penduduk dari penyakit itu.
Baca Juga: Pandemi Campak di Samoa, Kangen Water Dituduh Jadi Pemicu
Lima negara yang paling parah terkena dampaknya, Republik Demokratik Kongo (DRC), Liberia, Madagaskar, Somalia dan Ukraina, merupakan setengah dari semua kasus di seluruh dunia.
Tetapi Amerika juga mencatat kasus tertinggi dalam 25 tahun, nyaris kehilangan status bebas penyakit ini. Status itu hilang jika wabah berkelanjutan selama lebih dari satu tahun.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 7 Sunscreen Mengandung Niacinamide untuk Mengurangi Flek Hitam, Semua di Bawah Rp60 Ribu
Pilihan
-
Trik Rahasia Belanja Kosmetik di 11.11, Biar Tetap Hemat dan Tetap Glowing
-
4 HP Memori 512 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer dan Konten Kreator
-
3 Rekomendasi HP Infinix 1 Jutaan, Speknya Setara Rp3 Jutaan
-
5 HP Layar AMOLED Paling Murah, Selalu Terang di Bawah Terik Matahari mulai Rp1 Jutaan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
Terkini
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara
-
Jangan Abaikan! SADANIS: Kunci Selamatkan Diri dari Kanker Payudara yang Sering Terlewat
-
Langkah Krusial Buat Semua Perempuan, Gerakan Nasional Deteksi Dini Kanker Payudara Diluncurkan
-
Dukung Ibu Bekerja, Layanan Pengasuhan Modern Hadir dengan Sentuhan Teknologi
-
Mengenalkan Logika Sejak Dini: Saat Anak Belajar Cara Berpikir ala Komputer