Suara.com - Masih Ada Pernikahan Anak di Indonesia, Peneliti Ungkap Alasannya
Pernikahan anak masih terjadi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik 2019 menyebut prevalensi pernikahan anak ada di angka 11,21 persen. Artinya, 9 dari 11 perempuan menikah di bawah umur 19 tahun.
Yayasan Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB), sebuah organisasi yang perduli terhadap isu pernikahan anak dan kesehatan reproduksi, melakukan penelitian untuk mencari tahu apa penyebab utama pernikahan anak masih terjadi. Direktur Rumah KitaB, Lies Marcoes,
awalnya menduga ajaran agama yang membuat pernikahan anak masih marak di Indonesia.
Ia pun melakukan penelitian dan menemui perwakilan pemuka agama dari 30 pesantren yang ada di Rembang, Jawa Tengah. Dari penelitiannya, tidak ada satu pun pemuka agama yang merekomendasikan penikahan anak.
"Saya dari pesantren, saya menduga pakai argumentasi agama, pasti ini sebabnya. Ternyata tidak ada satupun argumentasi agama mendorong perkawinan anak," ujar Lies dalam temu emdia di Kemen PPPA di Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2020).
Lies melakukan penelitian pada 2017 lalu, namun baru merampungkannya pada November 2019.
Mendapat hasil itu ia kaget, dan mencari tahu lebih lanjut. Ternyata dalam bentuk konteks dan metodelogi di agama memang ada, tetapi para perwakilan pesantren ini tidak pernah merekomendasikan untuk diterapkan di pemerintahan.
Sedangkan di sisi lain, pesantren-pesantren ini tergolong dalam Nahdatul Ulama (NU) yang menganut asas patuh kepada undang-undang. Mengingat undang-undang kini sudah menaikkan usia menikah yakni minimal berusia 19 tahun baik perempuan dan laki-lakinya.
"Dalam ranah kultural digunakan argumentasi agama, dibaca dalam konteks metodelogi, tapi tidak digunakan kepada pendesakan, taat asas kepada undang-undang itu tradisi NU," imbuhnya.
Baca Juga: Perkawinan Anak, Catatan Hitam di Hari Anak Perempuan Internasional 2019
Tapi ada sudut pandang lain, kata Lies, yang memengaruhi terjadinya pernikahan anak. Misalnya di perkotaan, mereka yang menganut ideologi fundamentalis kerap menggunakan identitas keagamaan terhadap pembenaran menikah di usia muda.
"Tetapi di kota karena mereka konservatif ideologis menggunakan identitas keagamaan sebagai bendera, kawin anak digunakan sebagai bendera politik. Karena hal-hal semacam itu nggak mungkin kita harus menuntut, semua para pihak bersama melihat problem ini," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!