Suara.com - Merebaknya wabah virus corona di berbagai negara tentu membuat masyarakat merasa cemas. Menurut psikolog UC San Francisco Elissa Epel, PhD, kecemasan ini adalah reaksi normal, namun pikiran cemas mudah beralih ke mode panik.
"Berita bagus tentang kecemasan yang meluas adalah bahwa hal itu memicu perubahan besar secara cepat, banyak orang di daerah yang terkena dampak sangat berhati-hati untuk membatasi paparan," katanya, dilansir laman University of California San Francisco.
Ia menambahkan, kecemasan dapat menumbuhkan perilaku pencegahan dan pengamanan, dan pencegahan ini dapat mengurangi kecemasan.
"Namun, ketika ancaman tidak pasti, seperti situasi virus corona saat ini, pikiran cemas kita dapat dengan mudah melebih-lebihkan ancaman yang sebenarnya dan meremehkan kemampuan kita untuk mengatasinya," sambung Epel.
Untuk mengatasinya, Epel pun memberi beberapa tips.
- Kurangi kecemasan dengan mengurangi risiko
"Jangan merasa malu mengambil tindakan pencegahan yang masuk akal," tuturya.
Misalnya, ikuti saran keselamatan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Seperti sering mencuci tangan, tinggal di rumah ketika tidak enak badan, cukup tidur, dan menjaga kesehatan tubuh agar tidak mudah terinfeksi.
"Selama waktu yang tidak pasti ini, penting untuk menjaga rutinitas perawatan kesehatan atau bahkan menambahkan sesuatu untuk mengurangi kecemasan somatik."
Baca Juga: Dinkes Sumbar Sebut Pasien yang Meninggal di RSUP M Djamil Suspect Corona
Ia mencontohkan untuk meredakan kecemasan dengan bermeditasi, olahraga, atau berbicara dengan teman.
- Cari infromasi dari media andal
"Memang sangat menggoda untuk memeriksa update kasus terbaru, tetapi memeriksa beberapa kali sehari dapat membuat kecemasan meningkat."
Kecemasan ini pun pada akhirnya dapat 'menular' ke orang-orang di sekitar.
"Berfokus pada pemikiran dan prediksi, terutama yang diberikan contoh di media sosial, dapat memicu perasaan panik."
Sebagai gantinya, ia menyarankan untuk berpegang pada sumber infomormasi yang dapat diandalkan, seperti laman kesehatan resmi.
Berita Terkait
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Korupsi Wastafel Rp43,59 Miliar saat Pagebluk Covid-19, SMY Ditahan Polisi
-
Melanie Subono: Wawancara Band Wali Lebih Bikin Panik Dibanding Rocker Dunia
-
Katanya Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen, Kok BI Pakai Skema saat Covid-19 demi Biayai Program Pemerintah?
-
Wawancara Rocker Dunia, Melanie Subono Lebih Panik Ketemu Band Wali
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh