Suara.com - Gangguan tidur insomnia terdiri dari dua tipe, yaitu kronis dan akut. Tanda keduanya masih meliputi kesulitan tidur, sulit tertidur pulas, kembali tidur setelah terbangun di tengah malam, atau kombinasi ketiganya.
Perbedaannya, insomnia akut terjadi selama jangka pendek, bisa berlangsung selama tiga bulan atau kurang dari itu. Sedangkan insomnia kronis terjadi lebih dari tiga bulan secara berturut-turut.
Berdasarkan Insider, insomnia kronis lebih cenderung mengembangkan masalah kesehatan lain, termasuk depresi, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
Ada dua penyebab insomnia kronis, yaitu primer dan sekunder.
Menurut Vishesh K. Kapur, MD, direktur obat tidur di sekolah kedokteran Universitas Washington, insomnia sekunder disebabkan oleh kondisi medis penyerta, seperti sleep apnea.
Sebaliknya, insomnia primer adalah akibat langsung dari bagaimana otak dan tubuh tetap bekerja ketika mencoba tertidur.
"Orang dengan insomnia primer cenderung hyperalert dan memiliki aktivitas sistem saraf simpatik yang lebih besar," kata Kapur.
Sistem saraf simpatik terlibat dalam respons tubuh terhadap situasi yang membuat stres. Orang dengan insomnia primer juga mengalami kesulitan karena mereka menyangka tidur yang buruk.
"Jika aku berjuang dengan insomnia dari waktu ke waktu, pikiranku akan berpikir, 'Aku tidak akan bisa tertidur', dan itu menjadi mantra yang terwujud dengan sendirinya," sambungnya.
Baca Juga: Gangguan Pernapasan Saat Tidur, Adakah Kaitannya dengan Perubahan Otak?
Faktor gaya hidup
Beberapa faktor gaya hidup penyebab insomnia kronis primer sulit diubah, seperti bekerja shift malam atau tinggal di suatu tempat dengan banyak kebisingan.
Aspek kehidupan sehari-hari lain yang dapat berkontribusi pada insomnia kronis primer meliputi:
- Tempat tidur yang tidak nyaman
- Tidak mendapatkan aktivitas fisik yang cukup
- Banyak stres
- Paparan cahaya di malam hari
- Konsumsi kafein
- Konsumsi alkohol
Faktor-faktor ini dapat berkontribusi dalam seberapa waspada seseorang pada waktu tidur. Stres dan kafein, misalnya, merangsang sistem saraf simpatik tubuh, sedangkan alkohol menekan efek menenangkan dari sistem saraf parasimpatik.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
Terkini
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis