Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan peningkatan angka kasus virus corona Covid-19 hingga memecahkan rekor tertinggi secara global pekan lalu bukan hasil dari pengujian virus corona yang dilakukan secara besar-besaran di beberapa negara.
"Kami tidak percaya bahwa ini adalah fenomena (yang disebabkan oleh) pengujian Covid-19," kata Mike Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan WHO, Senin (22/6/2020).
"Saat Anda melihat ke daftar pasien di rumah sakit, (mereka) meningkat di beberapa negara dan kematian juga meningkat. Itu bukan karena banyaknya tes," sambungnya, dilansir CNBC.
Diketahui pada Minggu (21/6/2020), jumlah kasus baru yang dilaporkan ke WHO melonjak lebih dari 183.000 hanya dalam sehari, angka terbanyak yang dilaporkan sejauh ini.
Berkaitan dengan pernyataan WHO, pada hari sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta kepada para pejabatnya untuk memperlambat pengujian. Menurutnya, banyaknya tes yang dilakukan adalah alasan naiknya kasus virus corona di AS.
"Kita tahu pengujian adalah pedang bermata dua. Sekarang, kita menguji 25 juta orang, mungkin 20 juta orang lebih banyak daripada (negara) lain. Jerman dan Korea Selatan telah melakukan banyak hal," kata Trump, Sabtu (20/6/2020).
"Tapi inilah bagian yang buruk, ketika Anda melakukan pengujian sejauh itu, Anda akan menemukan lebih banyak kasus. Jadi, saya berkata kepada orang-orang saya untuk memperlambat tes corona," sambungnya, dilansir dari The Health Site.
WHO mengatakan, peningkatan jumlah kasus ini disebabkan oleh epidemi yang sedang berkembang di sejumlah negara padat penduduk di waktu yang sama, sekaligus di seluruh dunia.
"Jadi dari perspektif itu sejumlah besar negara berkontribusi pada peningkatan keseluruhan," katanya.
Baca Juga: Bikin Heboh, Dokter Ini Tak Sadar Kena Virus Corona dan Tetap Bekerja
Sementara itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan semua negara sedang menghadapi 'keseimbangan yang rapuh' antara melindungi rakyat sambil meminimalkan kerusakan sosial dan ekonomi.
"Ini bukan pilihan antara kehidupan dan mata pencaharian. Negara bisa melakukan keduanya," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
-
China Sindir Menkeu Purbaya Soal Emoh Bayar Utang Whoosh: Untung Tak Cuma Soal Angka!
Terkini
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!
-
Terobosan Baru! MLPT Gandeng Tsinghua Bentuk Program AI untuk Kesehatan Global
-
Ubah Waktu Ngemil Jadi "Mesin" Pembangun Ikatan Anak dan Orang Tua Yuk!
-
Kasus Kanker Paru Meningkat, Dunia Medis Indonesia Didorong Adopsi Teknologi Baru
-
Osteoartritis Mengintai, Gaya Hidup Modern Bikin Sendi Cepat Renta: Bagaimana Solusinya?
-
Fraud Asuransi Kesehatan: Rugikan Triliunan Rupiah dan Pengaruhi Kualitas Layanan Medis!
-
Rahasia Kehamilan Sehat dan Anak Cerdas: Nutrisi Mikro dan Omega 3 Kuncinya!
-
Kisah Ibu Tunggal Anak Meninggal akibat Difteri Lupa Imunisasi, Dihantui Penyesalan!
-
Masa Depan Layanan Kesehatan Ada di Genggaman Anda: Bagaimana Digitalisasi Memudahkan Pasien?