Suara.com - Fetish termasuk dalam salah satu kelainan perilaku parafilia, yakni ketika pelakunya akan terobsesi pada benda mati untuk bisa berfantasi mendapatkan kepuasan seksual.
Tidak hanya bisa terjadi pada orang dewasa, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Primaya Hospital Bekasi Barat dr. Alvina, Sp.KJ juga menyoroti fetish bisa terjadi pada anak-anak, jika sebelumnya ia menjadi korban atau bahkan melihat perilaku seksual yang menyimpang ini.
"Terdapat teori yang mengatakan bahwa Fetishism berkembang sejak masa kanak-kanan namun ada pula yang mengatakan onset-nya adalah saat masa pubertas,” ujar dr. Alvina melalui rilis yang diterima suara.com, Jumat (31/7/2020).
Risiko paparan fetish yang juga bisa menyerang anak ini, pada akhirnya orang tua sekaligus lingkungan sekitar harus bisa melindungi anak dari paparan kekerasan seksual, ataupun perilaku seksual yang menyimpang, apalagi jika anak belum cukup umur.
Ada baiknya anak diberikan pemahaman bagaimana mereka bisa menjaga diri, diajarkan untuk melawan atau paling tidak berteriak meminta bantuan orang lain saat mendapat perilaku kurang nyaman dari orang lain meski itu orang terdekat sekalipun.
Anak juga disarankan mengetahui bagian tubuh organ pribadinya yang tidak boleh sembarangan disentuh orang lain.
"Untuk menghindari gangguan Fetihistik, hendaknya masyarakat menciptakan lingkungan yang ramah anak, peduli pada kesehatan anak baik secara fisik maupun mental, dan bersikap melindungi anak dari paparan kekerasan baik kekerasan fisik, mental, maupun seksual,” papar dr. Alvina.
Jika penyimpangan sudah terjadi, maka solusi penyembuhannya mendapatkan psikoterapi baik secara individual maupun kelompok serta dapat dilakukan pemberian terapi obat-obatan dan hormon.
Adapun tanda mudah seseorang mengalami gangguan fetish atau fetish disorder ialah mereka terobsesi berfantasi menggunakan benda mati untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Baca Juga: Mirip Gilang Fetish Kain Jarik, Pria Ini Minta Video Penari Berkeringat
Perilaku ini juga berulang bukan sesekali, dan paling sedikit kata dr. Alvina terjadi selama 6 bulan secara konsisten. Ditambah baik secara pribadi atau kelompok fungsi sosial, pekerjaan ikut terdampak dan terganggu.
“Saat Fetishism sudah menimbulkan distres dan gangguan fungsi, tentu gangguan Fetihistik bisa menimbulkan dampak buruk bagi seseorang dengan Fetishism misalnya orang tersebut jadi menarik diri dari lingkungan sosialnya karena gangguan fungsi sosial atau tidak bisa bekerja karena gangguan Fetihistik-nya,” tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental