Suara.com - Saat para peneliti berupaya memahami efek jangka pendek dan jangka panjang dari virus corona jenis baru, lebih dari setengah peserta dalam studi terbaru yang sudah pulih dari Covid-19 masih mengalami kelelahan terus-menerus.
Dalam penelitian gabungan yang dipimpin Dr. Liam Townsend dari Trinity Translational Medicine Institute di St James's Hospital, Dublin, Irlandia, ditemukan bahwa kelelahan akut dirasakan oleh beberapa peserta, terlepas dari seberapa seriusnya infeksi Covid-19 yang pernah mereka derita.
"Kelelahan adalah gejala umum pada pasien terinfeksi virus corona. Sementara gejala telah diketahui dengan baik, konsekuensi jangka pendek dan panjang masih belum dieksplorasi," kata Townsend.
Penelitian tersebut melibatkan 128 pasien yang sudah pulih dan mereka dianalisis dua bulan setelah sakit. Lebih dari setengahnya, yakni sekitar 56 persen, dirawat di rumah sakit.
Setelah diteliti, mereka menemukan lebih dari setengah mantan pasien Covid-19 atau sekitar 52,3 persen melaporkan kelelahan terus-menerus, bahkan setelah mereka pulih dari penyakit.
Kondisi ini juga dirasakan oleh mereka yang tidak dirawat di rumah sakit yang artinya Covid-19 mereka tidak terlalu parah.
"Tidak ada hubungan antara keparahan Covid-19 dan kelelahan setelah terinfeksi. Selain itu, tidak ada hubungan antara antara penanda laboratorium rutin dari peradangan dan pergantian sel… dan kelelahan pasc Covid-19," tulis peneliti dalam rilis mereka, dilansir Fox News.
Hal yang menarik perhatian tim peneliti adalah peserta perempuan, khusus mereka yang mengidap depresi atau kecemasan, merasakan kelelahan yang parah. Lebih khusus lagi, dua pertiga dari pasien yang melaporkan kelelahan terus menerus adalah perempuan.
Menurut peneliti, studi ini dapat mendukung penggunaan intervensi non-farmakologis untuk mengatasi kelelahan tersebut.
Baca Juga: Kenali 4 Tipe Masyarakat dari Cara Memakai Masker Covid-19, Anda yang Mana?
"Intervensi ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan setiap pasien, dan mungkin termasuk modifikasi gaya hidup, terapi perilaku kognitif, dan latihan pacu diri, jika dapat ditoleransi," kata mereka.
Sementara itu, penelitian yang belum dipublikasikan dalam jurnal peer-review tersebut akan dipresentasikan akhir bulan ini pada konferensi virtual yang diadakan oleh European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif