Suara.com - TBC atau tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan global hingga sekarang. Sebagai penyakit menular, TBC menjadi pembunuh yang paling mematikan di dunia setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Indonesia termasuk delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus TBC di seluruh dunia. Bahkan menempati posisi kedua setelah India, dengan 845 ribu kasus dan 98 ribu kematian, atau setara dengan 11 kematian per jam.
Di lain sisi, baru sekitar 568 ribuan kasus yang baru ternotifikasi, sementara ada sekitar 33 persen kasus TBC yang belum ditemukan di Indonesia
Ini Beda TBC dan Covid-19
TBC dan Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) memiliki kesamaan, yaitu menular melalui droplet dan udara, serta menyerang paru-paru, sehingga gejalanya kurang lebih sama. Para penderitanya akan mengalami, antara lain batuk, sesak nafas, badan letih lesu, demam.
TBC disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium tuberculosis, sedangkan Covid-19 disebabkan oleh Virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (Sars-Cov2).
Bakteri dan virus adalah jenis patogen yang bisa menyebabkan infeksi berbahaya. Untuk mata awam, memang sulit membedakan antara infeksi virus dan bakteri ,karena memiliki banyak kesamaan.
Sebagian besar pasien TBC berasal dari usia produktif, yaitu 15 - 55 tahun, sehingga akan menurunkan produktivitas kerja dan kualitas hidup. Namun Salah satu perbedaan yang mendasar antara antara TBC dan Covid-19 adalah masa inkubasi yang relatif singkat.
Pada Covid-19, masa inkubasinya 0-14 hari, sedangkan TBC bisa menjadi laten atau dorman, atau tidur di dalam tubuh seseorang, dan akan bangkit dalam rentang waktu yang lama, khususnya ketika daya tahan tubuh seseorang tersebut sedang lemah.
Penemuan kasus TBC mengalami penurunan yang signifikan dari 2019 ke 2020. Pengobatan penderita TBC dan pengambilan obat ke layanan kesehatan mengalami kendala di kala pandemi, karena terjadinya pembatasan di berbagai sektor.
Kegawatdaruratan pandemi Covid-19 menyebabkan masyarakat takut ke layanan kesehatan. Apalagi para tenaga kesehatan beralih fokus dan menangani Covid-19.
Baca Juga: Ilmuwan Inggris Uji Vaksin TBC Untuk Pasien Covid-19, Indonesia Bagaimana?
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan protokol yang mengatur layanan TBC selama fase pandemi Covid-19. Protokol kesehatan tersebut telah didiseminasikan secara nasional.
Layanan TBC tidak boleh dihentikan, karena jika putus berobat, maka pasien akan menjadi resistan obat dan akan menularkan penyakit tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.
Berikut layanan yang diberikan kepada pasien TBC di saat pandemi;
1. Penunjukan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) rujukan akan dipisahkan dengan fasyankes Covid-19;
2. Penunjukkan fasilitas kesehatan (faskes) lain untuk layanan laboratorium bagi diagnosis TBC, yang dilakukan dengan penyesuaian;
3. Menggunakan teknologi digital untuk memantau pengawasan minum obat pasien TBC dan mengajak, serta melibatkan komunitas setempat untuk pendampingan pasien;
4. Kemenkes mengimbau agar pengobatan TBC tetap berjalan, tanpa pasien harus terlalu sering mengunjungi fasyankes.
Arahan Presiden Jokowi
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo memberikan arahan untuk pelacakan secara agresif untuk menemukan penderita TBC, sehingga dapat menumpang proses pencarian untuk penderita Covid-19. Pelacakan dilakukan dengan melakukan contact tracing, yaitu dengan investigasi kontak dan melacak kontak erat dan dilakukan skrining gejala.
Presiden mengatakan, layanan diagnostik maupun pengobatan TBC di saat pandemi harus tetap berlangsung dan pasien harus diobati sampai sembuh, sehingga persediaan obat-obatanpun harus tetap tersedia.
Arahan lainnya, adalah upaya pencegahan, preventif, dan promotif untuk mengatasi TBC harus dilakukan lintas sektor, termasuk dari sisi infrastruktur yang memadai.
Berita Terkait
-
Setahun Pandemi, 27 Desember Diperingati Sebagai Hari Kesiapsiagaan Epidemi
-
Agar Tidak Kesepian, Insinyur Ini Buat Robot yang Bisa Menggenggam Tangan
-
Videografis: Tips Aman Investasi di Masa Pandemi
-
Diingat Besok! Sebelum Pencoblosan Suhu Tubuh Diukur dan Wajib Cuci Tangan
-
Berat Badan Awalnya 300 Kg, Kisah Pejuang Diet Ini Berujung Kematian Tragis
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara
-
Jangan Abaikan! SADANIS: Kunci Selamatkan Diri dari Kanker Payudara yang Sering Terlewat
-
Langkah Krusial Buat Semua Perempuan, Gerakan Nasional Deteksi Dini Kanker Payudara Diluncurkan
-
Dukung Ibu Bekerja, Layanan Pengasuhan Modern Hadir dengan Sentuhan Teknologi
-
Mengenalkan Logika Sejak Dini: Saat Anak Belajar Cara Berpikir ala Komputer
-
Cuaca Panas Ekstrem Melanda, Begini Cara Aman Jaga Tubuh Tetap Terhidrasi
-
Stop Cemas Anak Nonton Gadget! Tayangan Ini Hadir Jadi Jembatan Nilai Positif di Era Digital
-
Rahasia Seragam Medis Masa Depan Terungkap: Kolaborasi yang Mengubah Industri Tekstil Kesehatan!
-
Melihat dengan Gaya, Ini Cara Baru Menikmati Penglihatan yang Sehat
-
Banyak Perempuan Takut Skrining Kanker Payudara, Cek Kesehatan Gratis Nggak Ngaruh?