Suara.com - Badan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah menyetujui penggunaan darurat vaksin virus corona satu suntikan, Johnson & Johnson (J&J). Vaksin ini menjadi vaksin ketiga yang diberi izin oleh FDA.
Melansir dari Medical Xpress, efektivitas vaksin J&J secara keseluruhan dalam melindungi dari Covid-19 mencapai 66 persen, tidak setinggi vaksin Pfizer dan Moderna yang mencapai 95 persen. Tapi vaksin suntikan tunggal J&J sangat efektif dalam mencegah penyakit parah.
Vaksin tersebut menunjukkan kemanjuran 86 persen melawan keparahan Covid-19 di Amerika Serikat dan 82 persen kemanjuran melawan penyakit parah di Afrika Selatan di mana varian baru beredar. Tak satu pun dari hampir 22.000 orang yang divaksinasi dalam uji coba tersebut meninggal karena Covid-19.
Lebih lengkapnya, simak fakta vaksin J&J berikut, antara lain:
Apa itu vaksin J&J?
Vaksin J&J didasarkan pada teknologi yang ada yang menggunakan adenovirus yang merupakan penyebab umum infeksi saluran pernapasan. DNA dalam adenovirus diubah sehingga menjadi bagian dari virus SARS-CoV-2 yang membuat tubuh mengembangkan respons imun.
Apa perbedaan antara vaksin J&J dengan vaksin Covid-19 lainnya?
Sementara vaksin Pfizer dan Moderna menggunakan materi genetik yang mengkode bagian dari virus SARS-CoV-2. Saat disuntikkan, vaksin membuat potongan-potongan virus yang kekebalannya dikembangkan oleh tubuh. Materi genetik rusak dengan cepat, sehingga hanya tinggal di dalam sel untuk waktu yang singkat.
Seberapa aman dan efektif vaksin J&J?
Baca Juga: Anti-ribet, Ini Saran Busana Vaksinasi Covid-19 ala Dolly Parton
Vaksin tersebut menghasilkan antibodi terhadap SARS-CoV-2 pada 90 persen orang yang menerimanya setelah dosis pertama. Menurut J&J, satu dosis 66 persen efektif mencegah Covid-19 sedang hingga parah dan 100 persen efektif mencegah rawat inap dan kematian akibat Covid-19.
Tidak seorang pun yang diberi vaksin ini mengembangkan reaksi alergi yang parah, dan efek sampingnya mirip dengan vaksin lain termasuk demam. Vaksin tersebut tampaknya tidak menyebabkan komplikasi yang serius. Hasil uji telah diterbitkan dalam Journal of American Medical Association.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan