Suara.com - Ada beberapa orang yang mengaku mencintai pasangan mereka dengan sepenuh hati dan rela melakukan apa saja atas nama 'cinta'.
Namun, banyak orang yang masih bias dengan arti cinta yang sebenarnya dengan obsesi yang tidak sehat.
Jika seseorang yang Anda pacari menghujani Anda dengan kasih sayang dan hadiah sejak awal, itu bisa menjadi 'bom cinta', di mana seorang manipulatif membuat Anda yakin bahwa ia telah menemukan kekasih hati.
Tapi pada akhirnya, mereka akan bersikap kejam dan mulai mengontrol Anda.
Mencintai seseorang berarti memberi mereka ruang
Dalam buku The Psychology of Passion: A Dualistic Model, dilansir Insider, psikolog Robert Vallerand mengatakan gairah obsesif lebih merupakan ancaman bagi suatu hubungan.
Jika seseorang jatuh cinta dengan Anda, mereka akan memercayai dan hanya menginginkan hal-hal baik untuk diri Anda, termasuk memberi ruang saat dibutuhkan.
Sebaliknya, seseorang yang terobsesi akan menjadi pencemburu dan posesif. Mereka tidak menyukai Anda yang mandiri karena takut Anda bertemu dengan orang lain dan meninggalkan mereka.
Seorang yang obsesif memiliki sifat defensif, mengontrol dan mudah kesal. Jadi tidak heran jika wanita yang menjalin hubungan dengan pria yang sangat obsesif mengaku kurang puas secara seksual.
Baca Juga: So Sweet! 50 Tahun Menikah, Foto Pasangan Ini Dulu vs Sekarang Bikin Baper
Awal dari hubungan yang baik akan menyenangkan, dan akan terus begitu setelahnya. Tetapi jika berbulan-bulan kemudian Anda merasa terganggu, menjadi mengabaikan teman, keluarga, atau hobi yang Anda senangi hanya untuk pasangan, maka itu bukan pertanda hubungan yang sehat.
Menurut psikolog dan pakar hubungan Jonathan Marshall, tidak wajar ketika seseorang hanya berfokus pada satu orang sampai dirinya terisolasi dari hal-hal yang sebelumnya penting.
"Ketika orang lain itu menjadi raison d'être (tujuan) kita, itu keterlaluan. Jatuh cinta itu sedikit penyakit karena kita menjadi sedikit 'gila', tetapi jika kegilaan itu berlangsung lama, dan Anda tidak dapat menemukan 'kompas batin', maka saya pikir itu pertanda bahwa ada yang tidak benar," ujar Marshall, menjelaskan bagaimana gairah obsesi tumbuh.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis