Suara.com - Belakangan ada sebuah informasi beredar, bahwa pasien Covid-19 yang meninggal bukan karena penyakit itu sendiri, melainkan oleh interaksi obat. Informasi itu disampaikan oleh dokter Lois Owein yang belakangan diketahui tidak memperpanjang izin praktik sejak 2017. Tapi benarkah anggapan tersebut?
Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) prof Zullies Ikawati, Apt., menegaskan bahwa informasi itu tidak benar.
Ia menjelaskan bahwa interaksi obat bisa bermanfaat, namun juga bisa merugikan. Karena secara umum, interaksi obat dapat meningkatnya efek farmakologi obat lain yang bersifat sinergis (aditif), atau justru mengurangi efek obat lain (antagonis), atau meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan.
"Karena itu, sebenarnya interaksi ini tidak semuanya berkonotasi berbahaya. Ada yang menguntungkan, ada yang merugikan. Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual," jelas prof Zullies dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Senin (12/7/2021).
Interaksi obat dapat merugikan jika adanya suatu obat yang menyebabkan berkurangnya efek obat lain yang digunakan bersama. Atau bisa juga jika ada obat yang memiliki risiko efek samping sama dengan obat lain yang digunakan bersamaan. Sehingga akan makin meningkatkan risiko total efek samping.
"Jika efek samping tersebut membahayakan, tentu hasil akhirnya akan membahayakan. Seperti contohnya obat azitromisin dan hidroksiklorokuin yang dulu digunakan untuk terapi Covid, atau azitromisin dengan levofloksasin. Mereka sama-sama memiliki efek samping mengganggu irama jantung. Jika digunakan bersama maka bisa terjadi efek total yang membahayakan," papar prof Zullies.
Ia menambahkan, interaksi obat juga dapat meningkatkan efek terapi obat lain. Pada tingkat tertentu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain dapat menguntungkan, tetapi juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan.
"Misalnya, efek penurunan kadar gula darah yang berlebihan akibat penggunaan insulin dan obat diabetes oral, bisa menjadi berbahaya," jelasnya.
Menurut prof Zullies, terkadang dalam pengobatan tidak bisa dihindari untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari lima macam obat. Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya.
Baca Juga: Dokter Lois Owien Sebut Obat Covid-19 Beracun, Begini Penjelasan di Baliknya?
Ia menegaskan bahwa faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama akan menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Artinya aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan bersama. Sebab, interaksi obat dapat dihindari dengan memahami mekanisme interaksinya.
"Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya). Untuk obat yang interaksinya terjadi jika mereka bertemu secara fisik, seperti obat antibiotika golongan kuinolon dengan calcium yang membentuk ikatan kelat misalnya, maka pemberian dengan jeda waktu yang lebar dapat menghindarkan interaksinya," papar prof Zullies.
Tetapi jika mekanismenya bisa mempengaruhi metabolisme obat, sehingga menyebabkan kadar obat lain meningkat atau berkurang, maka cara mengatasinya dengan penyesuaian dosis obat. Karena hanya memberi jeda waktu pemberian tidak akan mengurangi dampak interaksinya, lanjut prof Zullies.
Akan tetapi, jika pemberian jeda dan penyesuaian dosis tidak juga dapat mencegah dampak interaksi, maka cara lain menghindari interaksi obat adalah mengganti obat yang berinteraksi dengan obat lain yang kegunaannya sama tetapi kurang berinteraksi.
"Sekali lagi, dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, sehingga pengatasannya pun berbeda-beda pada setiap kasus," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara