Suara.com - Vaksin Covid-19 salah satu langkah untuk melawan pandemi virus corona Covid-19. Tapi, banyak orang masih ragu untuk suntik vaksin Covid-19 karena berbagai alasan, salah satunya takut ada racun di dalam vaksin.
Vaksin merupakan penemuan modern di bidang medis yang contoh pertamanya dibuat pada tahun 1930-an. Sejak itu, para ahli teori konspirasi mencengkeram hal tersebut dan didukung oleh satu penelitian yang dibantah pada akhir 1990-an oleh Andrew Wakefield.
Tapi, seorang dokter telah meredakan pro kontra mengenai vaksin tersebut. Ia mengatakan bahwa vaksin masih efektif sebagai pengobatan dan tidak mengandung racun, termasuk vaksin Covid-19. Meskipun beberapa kandungan dalam vaksin tidak terdengar biasa.
Dr Michael Barnish, Kepala Genetika dan Nutrisi di REVIV, menjelaskan cara kerja vaksin. Ia menjelaskan vaksin mengandung potongan kecil patogen yang ingin dilindungi.
"Potongan patogen ini hidup, tetapi tidak aktif atau mati. Vaksin memang membutuhkan bahan tambahan untuk menstabilkan larutan atau meningkatkan efektivitasnya dalam merangsang produksi antibodi," kata Dr Barnish dikutip dari Express.
Dr Barnish menjelaskan bahwa volume larutan yang terkandung dalam suntikan vaksinasi sangat rendah sehingga tidak berbahaya.
Diet sehat yang kaya mineral, antioksidan, dan vitamin setelah vaksinasi akan membantu bahan tambahan ini diproses dan dikeluarkan dengan cepat dari tubuh sekaligus meningkatkan respons imun.
Dr Barnish menambahkan beberapa bahan dalam vaksin mungkin terdengar asing atau membuat bingung, tapi sama sekali tidak ada yang berbahaya.
"Vaksin memang mengandung garam alumunium untuk meningkatkan respons kekebalan tubuh dan menghasilkan produksi antibodi yang lebih besar," jelasnya.
Baca Juga: Alasan China Tolak WHO Selidiki Asal Usul Virus Corona Tahap Dua
Karena, garam alumunium itu membantu vaksin lebih efektif. Meskipun aluminium dapat menyebabkan kemerahan atau pembengkakan yang lebih besar di tempat suntikan.
Namun, sejumlah kecil garam aluminium dalam vaksin tidak memiliki efek jangka panjang pada tubuh dan telah terbukti aman digunakan dalam beberapa vaksin sejak awal 1930-an.
Selain itu, vaksin juga mengandung sejumlah formaldehida yang digunakan untuk menonaktifkan kontaminasi potensial dan sangat umum ditemukan dalam sejumlah vaksin.
Walaupun kandungan formaldehida ini terdengar mengkhawatirkan, tetapi dosis formaldehida 100 kali lebih sedikit sehingga tidak membahayakan, sama seperti buah.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan