Suara.com - Pasien COVID-19 yang telah sembuh masih berisiko mengalami sisa-sisa gejala yang dikenal dengan istilah long COVID-19.
Kondisi dan tingkat keparahan long COVID-19 juga berbeda, tergantung keparahan dan kerusakan yang diakibatkan oleh virus corona jenis baru tersebut.
Hal yang menjadi perhatian saat ini adalah, apakah long COVID-19 dapat berakumulasi dan menyebabkan kanker di masa depan?
Dikatakan Dokter Spesialis Pulmonologi Profesor Elisna Syahruddin, jawaban dari pertanyaan tersebut masih belum bisa diketahui dalam waktu dekat.
Ia menjelaskan bagaimana sebuah sel normal berubah menjadi sel kanker sebesar 1 cm saja, bisa membutuhkan waktu sampai 10 tahun.
Maka untuk mengetahui dampak jangka panjang long COVID-19, masih membutuhkan waktu yang lama.
"Apakah COVID-19 bisa menjadi kanker? Jawabannya nanti 20 tahun kemudian baru kita tahu," kata Profesor Elisna saat webinar bersama AstraZeneca Indonesia, Rabu (28/7/2021) kemarin.
"Karena kanker terjadinya mulai dari sel normal menjadi sel kanker, untuk dapat terdeteksi 1 centi saja tumor dari foto thorax (di antara) kira-kira satu juta sel kanker perlu minimal 10 tahun," tambahnya.
Ia menjelaskan bagaimana kebanyakan sel kanker tumbuh perlahan dan membutuhkan waktu tahunan.
Baca Juga: Kecamatan Pulogadung Siapkan 7 Tempat Isolasi OTG COVID-19, Ini Lokasinya
Selama proses tersebut, tubuh umumnya tidak merasa gejala apa pun, yang pada akhirnya, banyak pasien kanker baru datang ke rumah sakit ketika sudah memasuki stadium lanjut antara tiga atau empat.
Selain faktor keturunan dan gaya hidup, Profesor Elisna juga menyampaikan bahwa setiap manusia sebenarnya memiliki sel kanker. Dengan begitu, siapa pun berpotensi dan berisiko mengenmbangkan penyakit berbahaya tersebut.
"Setiap orang, setiap makhluk hidup punya resiko satu kanker yang mana saja. Jadi mau sehat, tetap tidak bisa memalingkan diri kalau kita punya risiko," ucap dokter yang berpraktik di RSUP Persahabatan itu.
Ia menambahkan, pada dasarnya, kanker terjadi akibat adanya pertumbuhan sel asing dalam epitel atau jaringan tubuh.
Kanker juga merupakan dari tumor, hanya saja berbeda dengan tumor jinak yang umumnya tidak berbahaya.
"Bedanya (kanker) dengan tumor jinak, pertumbuhan (sel) yang tidak normal tadi, yang sangat cepat, kalau dia terus terlokalisir pada satu lokasi saja, itu kita sebut dengan tumor."
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien