Suara.com - Kepala Pusat Penelitian dan Intervensi Gigitan Ular Liverpool School of Tropical Medicine (LSTM), Inggris, Robert Harrison mengatakan antara 81.000 hingga 138.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat gigitan ular.
Sementara 400.000 orang menderita luka parah, yang bisa mengakibatkan amputasi, hilangnya penglihatan, hingga borok terbuka yang tidak pernah sembuh. Sebagian besar korban ini berada di pedesaan.
Namun, perawatan terbaik untuk gigitan ular hanya mengobati beberapa kasus dari 250 jenis ular berbisa.
Apabila ada alternatif pengobatan yang dapat dijangkau secara global, maka akan sangat membantu dalam hal perawatan.
Tetapi, antivenom atau antibisa ular juga harus bisa dijangkau oleh fasilitas kesehatan dengan sumber daya rendah.
"Seperti kebanyakan antivenom, perawatan antibodi memerlukan rantai dingin, dan itulah penghalang untuk membawa perawatan ini ke masyarakat yang membutuhkannya," ujar Harrison kepada Telegraph UK.
Rantai dingin atau cold chain merupajan proses penjagaan agar suhu obat berada di kondisi idealnya, sehingga kualitas tetap terjaga.
Mencoba mengatasi masalah ini, Harrison melakukan penelitian terhadap antibodi unta untuk dijadikan penawar bisa, menetralkan racun ular berbisa dominan di Afrika dan Asia.
"Kami pikir kami punya jawaban untuk itu, yakni antibodi unta. Antibodi unta memiliki kemampuan luar biasa untuk tidak terpengaruh panas, sehingga dapat menyimpannya di suhu kamar," sambung Harrison.
Baca Juga: Demi Selingkuhan, Pria Ini Bunuh Istri Sendiri Pakai Ular Berbisa
Selama ini, cara pembuatan antivenom adalah dengan menyuntikkan sedikit racun ke kuda atau domba.
Kemudian darah hewan yang telah mengandung antibodi racun ular dikeluarkan. Antibodi itu dimurnikan di laboratorium dan menjadi dasar antivenom yang akan diberikan ke manusia.
Kali ini, Harrison dan timnya mengganti kuda atau domna dengan unta.
"Kami mengarahkan semuanya ke domain antibodi unta, dengan harapan kami dapat menyimpannya sebagai produk cair, tetapi dengan cata yang tidak memerlukan rantai dingin," imbuh Harrison.
Harrison mengklaim antibodi unta tetap stabil terhadap panas dan bisa sama efektifnya dengan pengobatan antivenom ular saat ini.
"Dalam beberapa kasus, justru jauh lebih efektif," klaimnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
6 Fakta Isu Presiden Prabowo Berkunjung ke Israel
-
Harga Emas Antam Hari Ini Cetak Rekor Tertinggi Pegadaian, Tembus Rp 2.565.000
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
Terkini
-
Tips Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Menstruasi untuk Remaja Sehat dan Percaya Diri
-
Lagi Stres Kok Jadi Makan Berlebihan? Ini Penjelasan Psikolog Klinis
-
Otak Ternyata Bisa Meniru Emosi Orang, Hati-hati Anxiety Bisa Menular
-
National Hospital Surabaya Buktikan Masa Depan Medis Ada di Tangan AI!
-
Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat