Suara.com - Kabar meninggalnya Hanna Kirana cukup menyita perhatian warganet. Pemain sinetron "Suara Hati Istri" ini meninggal akibat gagal jantung di Rumah Sakit PMI Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (2/11/2021) malam.
Sebelum meninggal, sang kakasih Hanna Kirana, Ilyas Bachtiar, mengungkap bahwa gadis 18 tahun itu mengaku sudah tidak kuat menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
"Yas aku nggak tahu harus bilang apa. Mungkin kamu kesel dengernya aku sudah nggak kuat Yas. Kalaupun aku mati, aku mati tenang. Ini sakit nyerang aku banget. Roh aku sudah nggak tenang di badan. Ini dia sudah mau pergi," curhat Hanna Kirana ke Ilyas Bachtiar melalui Direct Message (DM) beberapa waktu lalu.
Ternyata ada kaitan antara kondisi rasa sakit di tubuh dengan gejala gagal jantung yang lebih parah.
Menurut laman Kesehatan Universitas Arizona, beberapa penelitian menunjukkan 75% pasien gagal jantung mengalami rasa sakit atau nyeri, yang berpotensi mengurangi kualitas hidup.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rasa sakit ini, termasuk depresi, pengobatan, hingga beberapa penyakit komorbid.
Nyeri akut, yang dapat terjadi pada pasien gagal jantung terbukti meningkatkan aktivasi sistem saraf simpatik. Peningkatan aktivitas ini membuat kadar norepinefrin dan epinefrin naik, pada akhirnya memberatkan kerja jantung dan konsumsi oksigen.
Kondisi tersebut meningkatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang berpotensi menyebabkan retensi cairan dan kelebihan beban. Semua faktor ini memperburuk gejala gagal jantung.
Sementara itu, nyeri kronis juga memiliki efek pada gagal jantung, tetapi tidak terkait dengan hiperaktivitas simpatis. Mekanismenya juga kurang dipahami dengan baik.
Baca Juga: Hanna Kirana Meninggal: Ketahui Gejala Gagal Jantung, Salah Satunya Mudah Lelah
Beberapa berteori bahwa nyeri kronis merupakan respons maladaptif yang melibatkan peradangan, dengan sensitisasi dan rangsangan neuron.
Pendukung teori ini adalah adanya penanda peradangan seperti protein C-reaktif yang seringnya meningkat pada pasien dengan gagal jantung.
Kesadaran akan sifat nyeri pasien memungkinkan identifikasi kondisi reversibel atau membantu memberikan informasi tentang pengobatan yang lebih baik.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- Baru 2 Bulan Nikah, Clara Shinta Menyerah Pertahankan Rumah Tangga
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!
-
Terobosan Baru! MLPT Gandeng Tsinghua Bentuk Program AI untuk Kesehatan Global
-
Ubah Waktu Ngemil Jadi "Mesin" Pembangun Ikatan Anak dan Orang Tua Yuk!
-
Kasus Kanker Paru Meningkat, Dunia Medis Indonesia Didorong Adopsi Teknologi Baru
-
Osteoartritis Mengintai, Gaya Hidup Modern Bikin Sendi Cepat Renta: Bagaimana Solusinya?